Categories
Entrepreneurship

Kesalahan Paradigma Berpolitik


Politik dalam sistem demokrasi tidak memandang untung-rugi. Syahwat berkuasa lebih kental daripada mengurusi urusan rakyat. Buktinya calon yang ada tak merasa kehilangan harta kekayaannya. Mereka ikhlas dan legowo bisa ikut dalam pesta rakyat.

Kesalahan paradigma politik dalam demokrasi ditunjukan dengan beberapa hal. Pertama, motif berkuasa. Hal itu terwujud karena dalam demokrasi diajarkan intrik politik untuk meraih kekuasaan. Ketika sudah di kursi kekuasaan akan terjadi kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Karena pengusaha turut berperan menyukseskan pemenangan pilkada.

Kedua, motif mengamankan diri. Hal itu terwujud dengan melindungi kroni-kroni yang turut serta mendukung kesuksesan pemenangan pilkada. Pengamanan diberikan dalam bentuk jaminan ketika tersangkut kasus hukum. Karena demokrasi dekat dengan sikap otoriter kepada rakyat. Adapun bagi pengusaha sikap pemerintah melunak. Serta jika dirasa membahayakan penguasa maka lawan politik akan dihabisi.

Ketiga, motif memperkaya diri. Hal lumrah dari sebuah pencapaian usaha menjadi penguasa. Kursi kekuasaan sangat erat dengan kekayaan. Maka tak ayal kasus korupsi sering hinggap pada penguasa dan anak buahnya.

Keempat, motif pencitraan. Selama ini rakyat yang memilih belum kenal dekat dengan pemimpinnya. Maka bisa dipastikan untuk meraih kekuasaan pemimpin akan menampilkan pencitraan dirinya. Pencitraan dirinya didukung dengan berbagai hal. Adakalanya melalui iklan, kegiatan amal sosial, dan aksi nyata kepada rakyat. Hal ini dilakukan sesungguhnya untuk meraih simpati. Akibatnya ketika jadi pemimpin mereka sibuk melakukan pencitraan jika tersandung kasus. Pencitraan yang dibangun begitu positif seolah-oleh tidak ada cacat dalam memimpin. Tentu motif ini sangat berbahaya.

Jika demikian maka kesalahan paradigma berpolitik seperti ini sangat fatal. Fokus mereka bukan pada mengurusi rakyat. Rakyat hanya dijadikan batu loncatan dengan pemberian janji. Rakyat kadang merasa dikibuli. Akibatnya rakyat makin apatis dan tak mau tahu siapa yang akan memimpin nanti. Rakyat menyadari mereka yang akan memimpin akhirnya lupa juga.

Bagi rakyat bukan janji yang dinanti. Lebih dari itu bukti pengurusan kehidupan agar mereka sejahterah itulah tanggung jawab pemimpin. Beberapa contoh dalam politik demokrasi, ketika kalah bisa saja peserta pilkada menggugat. Terjadinya kekacauan dan pengrusakan fasilitas umum. Kalaupun di suatu daerah tenang-tenang saja bukan berarti kemenangan demokrasi. Di sisi lain, yang tidak kalah penting adalah sistem yang akan diterapkan. Jika selama ini demokrasi menjadikan sistem yang diterapkan tidak berkeadilan. Pemimpin pun lupa terhadap tugas utama mengurusi urusan rakyat. Maka tidak layak demokrasi dijadikan sebagai sistem hidup. Butuh perubahan mendasar. Yakni sistem yang berasal dari sang Pencipta. Itulah sistem Islam.

 

Sumber : http://www.voa-islam.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Just Shared on Tel-U

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading