Categories
Kepemimpinan dan Manajemen

Kepemimpinan

Kepemimpinan

Sumber : http://url.stisitelkom.ac.id/99598
A.       KONSEP DASAR
Banyak ilmuan dan ahli penelitian perilaku, memberikan batasan mengenai Kepemimpinan. Salah satu ilmuwan dan ahli penelitian perilaku yang telah memberikan batasan mengenai kepemimpinan, yaituRalp M. Stogdill (1971). Batasan yang diajukan adalah ”Managerial leadership as the process of directing and influencing the task related activities of group members”. Kepemimpinan manajerial sebagai proses pengarahan dan memengaruhi aktivitas yang dihubungkan dengan tugas dari para anggota kelompok.
Berdasarkan batasan di atas, terdapat tiga implikasi penting yang perlu mendapat perhatian.
1.        Kepemimpinan harus melibatkan orang lain atau bawahan. Karena kesanggupan mereka untuk menerima pengarahan dari manajer, para bawahan membantu menegaskan eksistensi manajer dan memungkinkan proses kepemimpinan.
2.        Kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang di antara manajer dan bawahan. Manajer memiliki otoritas untuk mengarahkan beberapa aktivitas pada bawahan, yang tidak mungkin dengan cara yang sama mengarahkan aktivitas manajer.
3.        Disamping secara legal mampu memberikan para bawahan berupa perintah atau pengarahan, manajer juga dapat memengaruhi bawahan dengan berbagai sifat kepemimpinannya.
Mengacu pada pencapaian produkstivitas kerja yang maksimum, maka sebagai batasannya, kepemimpinan adalah :
Sifat dan perilaku untuk memengaruhi para bawahan agar mereka mampu berkeja sama sehingga membentuk jalinan kerja yang harmonis dengan pertimbangan aspek efisien dan efektif untuk mencapai tingkat produkstivitas kerja sesuai dengan yang telah ditetapkan”.
B.       KUALIFIKASI SEORANG PEMIMPIN
Chester I. Barnard (1968) berpendapat bahwa kepemimpinan memiliki dua aspek diantaranya ;
1.        Kelebihan individual dalam hal teknik kepemimpinan. Seseorang yang memiliki kondisi fisik yang baik, memiliki keterampilan yang tinggi, menguasai teknologi, memiliki persepsi yang tepat, memiliki pengetahuan yang luas, memiliki ingatan yang baik, serta imajinasi yang meyakinkan akan mampu memimpin bawahan,
2.        Keunggulan pribadi dalam hal ketegasan, keuletan, kesadaran, dan keberhasilan.
Berbeda dengan Barnard, Hersey dan Bianchard (1980:9-10) mengklasifikasikan keahlian yang diperlukan bagi seorang manajer menjadi tiga tingkat sebagaimana berikut ini :
1.        Mengerti Perilaku Masa Lampau (Understanding Past Behavior)
Yang utama manajer harus mengerti mengapa orang berperilaku sebagaimana yang mereka lakukan. Perilaku orang dapat dipahami, sebaiknya dengan cara memahami perilaku orang pada masa lampau.
2.        Memprediksi Perilaku Masa Depan (predicting Future Behavior)
Pada dasarnya memahami perilaku masa lampau saja tidaklah cukup. Mungkin yang lebih penting adalah mampu memprediksi apakah yang akan mereka lakukan sekarang, besok, minggu depan, dan seterusnya pada kondisi lingkungan yang dinamis.
3.        Pengarahan, Perubahan, dan Pengendalian Perilaku (Directing, Changing and Controlling Behavior)
Terlepas dari dua pendapat diatas, pada esensinya kualifikasi kepemimpinan yang memungkinkan seorang manajer memainkan perannya dalam menopang kondisi yang ada meliputi hal-hal berikut :
1.        Watak dan Kepribadian yang Terpuji
Agar para bawahan maupun orang yang berada di luar organisasi mempercayainya, seorang manajer harus memiliki watak dan kepribadian yang terpuji. Manajer adalah cermin bawahan. Dan ia adalah sumber identifikasi, motivasi dan moral pada bawahan.
2.        Prakarsa yang Tinggi
Seorang pemimpin hendaknya seorang self starter, memiliki inisiatif sendiri. Ia mengajukan gagasan dan bersedia menanggung risiko kegagalan bersamaan dengan adanya kesempatan untuk memperoleh keberhasilan.
3.        Hasrat Melayani Bawahan
Seorang pemimpin harus percaya pada bawahan, mendengarkan pendapat mereka, berkeinginan membantu, serta menimbulkan dan mengembangkan keterampilan agar karier mereka meningkat.
4.        Sadar dan Paham Kondisi Lingkungan
Seorang manajer tidak hanya menyadari mengenai apa yang sedang terjadi di sekitarnya, tetapi juga harus memiliki pengertian yang memadai sehingga dapat mengevaluasi perbedaan kondisi lingkungan tersebut untuk kepentingan organisasi dan para bawahannya.
5.        Intelegensi yang Tinggi
Seorang manajer harus memiliki kemampuan berpikir pada taraf yang tinggi. Ia dituntut untuk mampu menganalisis permasalahan dengan efektif, belajar dengan cepat, dan memiliki minat yang tinggi untuk mendalami dan menggali suatu ilmu pegetahuan.
6.        Berorientasi ke masa depan
Seorang pemimpin harus memiliki intuisi, kemampuan memprediksi, dan visi sehingga dapat mengetahui sejak awal mengenai kemungkinan-kemungkinan apa yang dapat memengaruhi organisasi yang dikelola dan para bawah yang tergorganisir.
7.        Sikap Terbuka dan Lugas
Seorang pemimpin harus memiliki sifat terbuka. Ia harus sanggup mempertimbangkan fakta dan inovasi yang baru. Lugas namun konsisten pendirianya. Bersedia mengganti cara kerja yang lama dengan cara kerja baru yang dipandang mampu memberikan nilai guna yang efisien dan efektif bagi organisasi yang dipimpinnya.
8.        Widiasuara yang Efektif
Seorang manajer adalah penyampaian berita kepada orang lain. Vertikal ke bawah untuk memberikan instruksi dan perintah kepada bawahan, dan horizontal kepada pihak-pihak yang memiliki transaksi dengan organisasi. Keterampilan memainkan peran dalam hal ini sangat membantu efektivitas organisasi yang dipimpinnya.
TABEL 1 : KUALIFIKASI PEMIMPIN
PENGEMBANG
KUALIFIKASI YANG HARUS DIMILIKI
ASPEK-ASPEK SPESIFIK
1.         ChesterBarnard
1).    Kelebihan individual teknik kepemimpinan
1)     Kondisi fisik yang baik
2)     Keterampilan yang tinggi
3)     Menguasai teknologi
4)     Memiliki persepsi yang tepat
5)     Memiliki pengetahuan yang luas
6)     Memiliki ingatan yang baik
7)     Imanjinasi yang meyakinkan
2).    Keunggulan Pribadi
1)     Ketegasan
2)     Keuletan
3)     Kesadaran
4)     Keberhasilan
2.         Hersey dan Balnchard
1).    Mengerti perilaku masa lampau
Memahami apa yang dilakukan bawahan pada masa yang lalu
Memahami apa yang akan dilakukan sekarang, besok, dan waktu yang akan datang
2).    Memprediksi perilaku masa depan
Mampu mengembangkan perilaku untuk memengaruhi bawahan
3).    Pengarahan, perubahan, dan pengendalian perilaku
3.         MBS
1).    Watak dan kepribadian yang tepuji
Sebagai cermin bawahan harus dapat dijadikan sumber identifikasi, motivasi, dan moral.
2).    Prakrsa yang tinggi
1)   Inisatif
2)   Gagasan
3)   Kesediaan menanggung kegagalan
3).    Hasrat melayani bawahan
1)    Percaya kepada bawahan
2)    Selalu mendengarkan pendapat
3)    Keinginan membantu bawahan
4).    Intelegensi yang tinggi
1)    Mampu menganalisis permasalahan
2)    Belajar dengan cepat
3)    Memiliki minat untuk maju
5).    Beroirentasi ke maas depan
1)    Memiliki intuisi
2)    Kemampuan memprediksi
3)    Visi
6).    Sikap terbuka dan lugas
1)    Sikap terbuka
2)    Mempertimbangkan fakta dan inovasi baru
3)    Konsisten kepribadiannya
4)    Inovatif
5)    Berorientasi pada efisiensi dan efektivitas
7).    Widiasuara yang efektif
1)    Pembawa berita kepada bawahan
2)    Instruktur yang efektif
3)    Pelapor yang komphrehensif
C.        TIPE KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
G.R Terry (1960) sebagai salah seorang pengembang ilmu manjemen mengemukakan tipe kepemimpinan sebagai berikut :
1.        Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership)
Seorang manajer dalam melaksanakan tindakannya selalu dilakukan dengan cara kontak pribadi. Intruksi disampaikan secara oral ataupun langsung pribadi disampaikan oleh manajer yang bersangkutan. Tipe kepemimpinan ini sering dianut oleh perusahaan kecil karena kompleksitas bawahan maupun kegiatannya sangatlah kecil. Akibatnya, pelaksanaannya selain mudah juga sangat efektif dan memang biasa dilakukan tanpa mengalami prosedural yang berbelit.
2.        Kepemimpinan Nonpribadi (Nonpersonal Leadership)
Segala peraturan dan kebijakan yang berlaku pada perusahaan melalui bawahannya atau menggunakan media nonpribadi, baik rencana, intruksi, maupun program penyeliaannya. Pada tipe ini, program pendelegasian kekuasaan sangatlah berperan dan harus diaplikasikan.
3.        Kepemimpinan Otoriter (Authoritarian Leadership)
Manajer yang bertipe otoriter biasanya bekerja secara sungguh-sugguh, teliti, dan cermat. Manajer bekerja menurut peraturan dan kebijakan yang berlaku dengan ketat. Meskipun agak kaku dan segala instruksinya harus dipatuhi oleh para bawahan, para bawahan tidak berhak mengomentarinya. Karena manajer beranggapan bahwa dialah yang berhak sebagai pengemudi yang akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas organisasi.
4.        Kepemimpinan Demokratis (Democrative Leadership)
Pada kepemimpinan yang demokratis, manajer beranggapan bahwa ia merupakan bagian integral yang sama sebagai elemen perusahaan dan secara bersamaan seluruh elemen tersebut bertanggung jawab terhadap perusahaan. Oleh karen itu, agar seluruh bawahan merasa bertanggung jawab maka mereka harus berpartisipasi dalam setiap aktivitas perencanaan, evaluasi dan penyeliaan. Setiap individu bawahan merupakan potensi yang berharga dalam usaha merealisasikan tujuan.
5.        Kepemimpinan Paternalistik (Paternalistic Leadership)
Kepemimpinan yang paternalistik dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan antara manajer dengan perusahaan. Tujuannya adalah untuk melindungi dan memberikan arah, tindakan dan perilaku ibarat peran seorang bapak kepada anaknya.
6.        Kepemimpinan Menurut Bakat (Indigenous Leadership)
Tipe kepemimpinan menurut bakat biasanya muncul dari kelompok informal yang didapatkan dari pelatihan meskipun tidak langsung. Dengan adanya sistem persaingan, dapat menimbulkan perebedaan pendapat yang seru dari kelompok yang bersangkutan. Biasanya akan muncul pemimpin yang memiliki kelemahan diantara mereka yang ada dalam kelompok tersebut menurut keahliannya dimana ia terlibat di dalamnya. Pada situasi ini peran bakat sangat menonjol, sebagai dampak pembawaan sejak lahir dan mungkin disebabkan adanya faktor keturunan.
Berbeda dengan tipe kepemimpinan yang dikemukakan oleh G.R Terry, Robert Blake dan Jane S. Mouton (1964) yang mempopulerkan Managerial Grid dengan membagi lima tipe kepemimpinan (Hesey dan Blachard, 1980:96-97). Pembagian tersebut didasarkan pada bawahan. Kelima tipe kepemimpinan dijelaskan berikut ini :
1.        Tandus (improverished)
Yaitu pemakaianusaha seminimum mungkin untuk menyelesaikan suatu pekerjaan guna mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
2.        Perkumpulan (country club)
Yaitu menumpahkan perhatian kepada bawahan untuk memuaskan hubungan yang menggairahkan, suasana organisasi yang bersahabat, dan menggairahkan tempat kerja.
3.        Tugas (task)
Yaitu efeisiensi dalam hasil pekerjaan yang diperoleh dari kondisi kerja yang tersusun dengan mengurangi campur tangan elemen manusia sampai pada tingkat minimun.
4.        Jalan tengah (middle of road)
Yaitu kecakapan organisasi yang memadai adalah usaha dan memungkinkan membuat keseimbangan diantara kerja yang dilakukan sambil memperhatikan semangat bawahan pada tingkat memuaskan.
5.        Tim (team)
Yaitu penampungan kerja yang diperoleh dari persetujuan (commited) bawahan, yang paling saling bergantung pada pegangan umum yang sesuai dengan tujuan organisasi yang menjurus pada keyakinan dan penghargaan.
Tabel 2 : PERBANDINGAN TIPE KEPEMIMPINAN
TIPE KEPEMIMPINAN
G.R. TERRY
BLAKE DAN MOUTON
1.         Kepemimpinan pribadi(personal leadership)
2.         Kepemimpinan non pribadi(nonpersonal leadership)
3.         Kepemimpinan otoriter(authotitarian leadership)
4.         Kepemimpinan paternalistik(paternalistic leadership)
5.         Kepemimpinan menurut bakat (indigenous leadership)
1.    Tandus (improverished)
2.    Perkumpulan (country club)
3.    Tugas (task)
4.    Jalan tengah (middle of read)
5.    Tim (team)
Tipe kepemimpinan diatas berlaku untuk berbagai tingkat kepemimpinan dalam organisasi. John C. Maxwell (1995) mengemukakan lima tingkat kepemimpinan yang disajikan pada gambar 8.1.
D.       SUMBER DAN DASAR OTORITAS KEPEMIMPINAN
Dalam konsep manajemen, otoritas meliputi kemampuan untuk menggerakkan sumber daya alam maupun sumber daya manusia, mendapatkan dan menggunakannya untuk mencapai tujuan.

Amitai Etziomi (1961) membedakan sumber otoritas menjadi dua, yaitu :

1.        Otoritas Posisi (Position Power)
otoritas posisi datang dari kantor manajer organisasi, otoritas posisi bersumber dari atas dan tidak bersama pada kantor. Manajer yang menduduki posisi dalam organisasi lebih kurang memiliki otoritas posisi.
2.        Otoritas Pribadi (Personal Power).
otoritas pribadi adalah sejauh mana para bawahan respek, merasa senang dan percaya kepada pemimpin mereka, serta melihat tujuan mereka betul-betul dipuaskan melalui tujuan pemimpin.Otoritas pribadi dalam suatu organisasi bersumber dari bawah, yaitu dari pada bawahan.
Berbeda dengan Etziomi, French dan Raven (1960:607-623) mendeskripsikan bentuk otoritas yang dirasakan mungkin dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu sebagai berikut :
1.        Otoritas Memaksa (Coervice Power)
Yaitu otoritas yang didasarkan atas rasa takut. Seorang bawahan merasa bahwa kegagalan memenuhi permintaan seorang pemimpin dapat menyebabkan dijatuhkannya suatu bentuk sanksi, peringatan, atau pengasingan sosial dari kelompok.
2.        Otoritas Imbalan (Reward Power)
Yaitu otoritas yang didasarkan atas harapan, menerima pujian, penghargaan, atau pendapatan bagi terpenuhinya pemintaan seorang pemimpin.
3.        Otoritas Legitimasi (Legitimate Power)
Yaitu otoritas didasarkan atas keterampilan spesifik, keahlian, atau pengetahuan. Para bawahan menganggap bahwa pemimpin tersebut memiliki keahlian yang relevan dan yakin bahwa keahlian tersebut melebihi keahlian mereka sendiri.
4.        Otoritas Ahli (Expert Power)
Yaitu otoritas didasarkan atas keterampilan spesifik, keahlian atau pengetahuan. Para bawahan menganggap bahwa pimpinan tersebut memiliki keahlian yang relevan dan yakin bahwa keahlian tersebut melebihi keahlian mereka sendiri.
5.        Otoritas Referensi (Referent Power)
Yaitu otoritas yang didasarkan atas daya tarik. Seorang pemimpin yang dikagumi karena ciri khasnya memiliki otoritas referensi. Bentuk otoritas ini secara populer dinamakan kharisma. Pemimpin dikatakan memiliki kharisma untuk memberi semangat dan menarik para bawahan.
Apabila kelima sumber otoritas yang dikemukakan oleh French dan Raven di atas ditransfer ke dalam pembagian Etziomi, akan tampak bahwa otoritas memaksa dan otoritas imbalan berkaitan dengan otoritas posisi. Adapun otoritas legitimasi, otoritas ahli, dan otoritas referensi berkaitan dengan otoritas pribadi.
E.        DELEGASI WEWENANG BAGI KEPEMIMPINAN YANG SUKSES DAN KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF.
Delegasi wewenang adalah pelimpahan atau pemberian otoritas dan tanggung jawab dari pimpinan atau kesatuan organisasi kepada seseorang atau kesatuan organisasi lain untuk melakukan aktivitas tertentu. Hal ini didasarkan bahwa pada esensinya hampir tidak ada seorang manajer yang dapat secara pribadi menyelesaikan secara penuh menyelia seluruh tugas organisasi. Dengan demikian, terlihat betapa pentingnya delegasi wewenang oleh manajer kepada bawahan demi efisiensi fungsi setiap organisasi.
Pada esensinya bahwa baik kepemimpinan yang sukses maupun kepemimpinan yang efektif melakukan delegasi wewenang meskipun kedua kepemimpinan tersebut frekuensi pelaksanaannya tidak sama. Karena memang keduanya berbeda. Kepemimpinan yang sukses tampak pada kepemimpinan manajer memengaruhi bawahan untuk mengerjakan suatu tugas. Apabila bawahan mengerjakan tugas tersebut dengan rasa ketidaksenangan, dan melakukan tugas tersebut hanya karena otoritas seorang manajer maka manajer tersebut sukses dalam kepemimpinannya. Akan tetapi, kepemimpinannya tidak efektif. Apabila bawahan merespon karena mereka ingin melakukan tugas tersebut dan menemukan kompensasinya, tetapi dari otoritas yang mempribadi, lalu bekerja menghormati, patuh, dan taat kepada manjer, dan dengan senang hati bekerja sama dengannya, kemudian merealisasikan bahwa permintaan manajer konsisten dengan beberapa tujuan pribadi bawahan. Hal inilah yang dimaksud dengan kepemimpinan yang efektif. Di sini, bawahan melihat tujuan pribadinya tersalur dengan menyelenggarakan aktivitas tersebut.
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajer dapat sukses dalam kepemimpinannya tetapi tidak efektif. Manajer tersebut hanya memiliki pengaruh yang relatif pendek terhadap sikap dan perilaku bawahan. Sebaliknya, manajer yang sukses kepemimpinannya dan efektif, pengaruh manajer tersebut cenderung jauh lebih lama dalam pengembangan dan kontinuitas organisasi.
Pada dasarnya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab baik bagi manajer yang sukses maupun manajer yang efektif didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.        Agar organisasi dapat menggunakan sumber dayanya secara efisien, tanggung jawab atas tugas yang detail yang dilimpahkan kepada hierarki organisasi yang paling bawah yang mempunyai kemampuan dan informasi yang cukup untuk pelaksanaan tugas tersebut secara kompeten. Dampak yang diharapkan atas konsep ini adalah agar setiap individu dalam organisasi dapat melaksanakan tugas secara efektif, ia harus dilimpahkan wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan hal itu.
2.        Agar delegasi wewenang dan tanggung jawab berlangsung secara efektif, para anggota organisasi harus tahu eksistensi mereka dalam suatu rantai komando. Prinsip ini mempertegas bahwa dalam suatu organisasi harus terdapat suatu garis wewenang dan tanggung jawab yang jelas dan kronologis dari hierarki yang paling tinggi sampai pada hierarki yang paling rendah.
3.        Agar delegasi wewenang dan tanggung jawab berlangsung secara efektif, setiap anggota organisasi harus melapor hanya kepada satu atasan. Melapor kepada lebih dari satu atasan mendorong individu untuk menghindar tanggung jawab karena dengan mudah individu tersebut menyalahkan kinerjanya yang rendah dengan alasan bahwa dengan beberapa atas berarti ia harus mengoperasikan beberpa pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Dampak yang diperoleh atas delegasi yang efektif tersebut meliputi hal-hal berikut :
1.        Semakin banyak tugas yang didelegasikan oleh manajer kepada bawahannya, semakin besar peluang baginya untuk mencari dan menerima tanggung jawab yang lebih besar dari manajer pada hierarki diatasnya.
2.        Delegasi seringkali memungkinkan yang lebih baik karena para bawahan yang dekat dengan garis tembakan cenderung memiliki suatu pandangan yang lebih jelas mengenai fakta.
3.        Seringkali delegasi yang dilakukan manajer secara efektif dapat memperlancar pengambilan keputusan
4.        Delegasi menyebabkan bawahan untuk menerima tanggung jawab dan membuat pertimbangan sendiri.
F.        DETERMINAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan yang efektif menurut Chemers (1985 : 91-112) banyak bergantung pada beberapa variabel, seperti kultur organisasi, sifat dari tugas dan aktivitas kerja, dan nilai serta pengalaman manajerial. Determinan yang memengaruhi efektivitas kepemimpinan mencakup kepribadian, pengalaman masa lampau, dan harapan dari atasan ; kepribadian dan perilaku atasan ; karekteristik, harapan dan perilaku bawahan : persyaratan tugas; kultur dan kebijakan organisasi; harapan serta perilaku rekan sekerja.
1.        Kepribadian, pengalaman masa lampau, dan harapan pemimpin (The Leader’s Personality, Past Experiences, and Expectations)
2.        Kepribadian dan Perilaku Atasan (The Expectations and Behavior of Superiors)
3.        Karaketeristik, Harapan dan Perilaku Bawahan(Subordinates Characteristic, Expectations, and Behavior)
4.        Persyaratan Tugas (task Requirement)
5.        Kultur dan Kebijakan Organisasi (Organization Culture and Policies)
6.        Harapan dan Perilaku Rekan (Peer Expectations and Behavior)
G.       TEORI KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
Teori kepemimpinan situasional (situasional leadership theory) merupakan cabang dari model keefektifan manajer tiga dimensi (there dimensional manger effectiveness) yang didasarkan pada hubungan kurva linear diantara perilaku tugas serta perilaku hubungan dan kematangan.
Pada model keefektifan manajer tiga dimensi telah ditambahkan dimensi efektivitas atas dimensi hubungan dan dimensi tugas. Dengan penambahan efektivitas tersebut maka modelnya berubah menjadi tiga dimensi, yaitu dimensi efektivitas, hubungan, dan tugas. Model ini mengintegrasikan konsep gaya manajer dengan tuntutan situasional suatu lingkungan yang spesifik. Apabila gaya manajer sesuai dengan stuasi yang dihadapi maka hal ini disebut efektif. Sebaliknya, apabila gaya manajer tidak sesuai dengan situasi yang dihadapi maka hal itu tidak efektif.
Teori kepemimpinan situasional mencoba menyiapkan manajer dengan beberapa pengertian mengenai hubungan diantara kepemimpinan yang efektif dan taraf kematangan (maturity) para pengikut mereka.
Teori kepemimpinan situasional memberikan penjelasan bahwa taraf kematangan para bawahan secara kontinue meningkat dalam melaksanakan tugas yang spesifik. Manajer harus mengurangi perilaku tugas mereka dan meningkatkan perilaku hubungan sampai individu atau kelompok mencapai taraf kematangan moderat. Apabila individu atau kelompok mencari taraf kematangan diatas rata-rata, hal ini bagi manajer tidak hanya mengurangi perilaku tugas tetapi juga hubungan. Hal ini disebabkan individu atau kelompok tidak hanya matang dalam melaksanakan tugas tetapi juga matang secara psikologis.
Pada gambar 2 terlihat bahwa titik potong terjadi dalam kuadran tugas tinggi dan hubungan rendah. Oleh karena itu, hendaknya manajer yang bekerja dengan bawahan yang mendemonstrasikan kematangan rendah harus memakai gaya yang bayak mengarahkan kepada anak buahnya. Meskipun perilaku hubungan rendah tidaklah berarti bahwa manajer tidak bersahabat atau tidak dapat bersifat informal terhadap organisasi yang dikelola, tetapi ketika memberikan penyeliaan kepada organisasi tersebut perlu lebih banyak waktu untuk mengarahkan mengenai apa yang akan dilakukan, bagaimana, dan dimana dibandingkan dengan memberikan dukungan dan penguatan yang bersifat sosioemosional. Apabila dengan cara tersebut tampak kematangan para bawahan meningkat, segera perilaku hubungan diperbesar. Dengan demikian titik berat gaya kepemimpinan akan bergerak dari 1 (tugas tinggi dan hubungan rendah) ke gaya 2 (tugas tinggi dan hubungan tinggi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *