Categories
Belajar Islam

Islam Dan Pluralitas

Dalam da’wah penyebaran Islam tidak boleh ada kekerasan, pemaksaan, pemerasan, penipuan, pembohongan, teror dan intimidasi, iming-iming dan bujuk rayu, apalagi cara-cara keji seperti penculikan, hipnotis dan hamilisasi….

Firman Allah SWT dlm surat Hud ayat 118 :”Wa Lau Syaa-a Robbuka Laja’alan Naasa Ummatan Waahidah Wa Laa Yazaaluuna Mukhtalifiin”. (Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka akan senantiasa berbeda). Ini adalah ayat Pluralitas yang menegaskan bahwa kebhinekaan dalam kehidupan umat manusia adalah suatu keniscayaan. Keragaman agama, adat istiadat, ras, suku bangsa dan bahasa merupakan Sunnatullah yang tak bisa dihindarkan.

Dalam surat Al-Hujurat ayat 13, dengan tegas Allah SWT menyatakan bahwa penciptaan manusia yang terdiri dari pria dan wanita, serta kemajemukannya sebagai puak dan suku bangsa adalah untuk saling mengenal. Karenanya, Islam tidak pernah melarang umatnya berbuat baik dan bersikap adil kepada sesama umat manusia, apa pun agamanya, selama mereka tidak memerangi Islam dan umatnya, sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8 – 9.

Islam adalah agama dakwah untuk semua umat manusia, sehingga harus disebarluaskan ke seluruh dunia. Namun demikian, Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama. Dalam Islam tidak boleh ada paksaan dalam beragama. Dengan tegas Allah SWT membuat aturan dalam surat Al-Baqarah ayat 256 bahwa tidak boleh ada seorang pun yang dipaksa untuk memeluk agama Islam. Karenanya, dalam da’wah penyebaran Islam tidak boleh ada kekerasan, pemaksaan, pemerasan, penipuan, pembohongan, teror dan intimidasi, iming-iming dan bujuk rayu, apalagi cara-cara keji seperti penculikan, hipnotis dan hamilisasi.

Islam adalah agama haq yang datang dari Allah SWT, sehingga harus menjadi pilihan setiap manusia dan wajib diikuti. Allah SWT mewajibkan setiap manusia untuk memilih iman dan menolak kekafiran. Namun demikian, kewajiban bukan paksaan, sehingga setiap orang bebas memilih iman atau kekafiran, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Kahfi ayat 28. Tentu saja dengan ketentuan, barangsiapa yang telah memilih iman, maka tidak ada jalan lagi baginya untuk melepaskannya. Itulah karenanya, Islam tidak mentoleransi murtad dan pemurtadan dari ajaran Islam. Mereka yang memilih iman berarti benar dan menang, sedang mereka yang memilih kekafiran berarti salah dan kalah.

Islam adalah agama kebebasan yang hakiki. Dalam ajaran Islam, setiap orang bebas untuk meyakini kebenaran agamanya, sebagaimana ia bebas pula untuk menolak kebenaran agama lain yang tidak diyakininya. Islam melarang umatnya untuk memaksa penganut suatu agama untuk mengakui kebenaran agama lain yang tidak dianutnya. Namun demikian, tidak boleh menghina, mencerca dan mencaci-maki agama lain yang tidak diyakininya tersebut. Islam menolak segala bentuk penistaan, penodaan dan pelecehan suatu agama, apa pun agama tersebut. Allah SWT melarang keras umat Islam menghina atau mencerca agama lain beserta sesembahannya, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-An’am ayat 108.

Rasulullah SAW dan Pluralitas :

Tuntunan Qur’ani tentang pluralitas sangat indah dan menakjubkan. Inilah yang diajarkan Rasulullah SAW kepada umatnya. Hubungan Nabi SAW dengan orang-orang di luar Islam sudah terjalin sejak lama. Pada awal beliau mendapat risalah, beliau sudah berkomunikasi dengan Waroqoh bin Naufal, seorang Pendeta Nashrani di Mekkah. Saat para shahabat mendapat tekanan keras dari kalangan Kafir Quraisy, Nabi SAW tidak sungkan mengirim mereka mendapatkan suaka dari seorang Raja Nashrani di Habasyah (Ethiopia). Dan beliau sendiri mendapat suaka dari seorang pemuka Kafir Musyrik Quraisy, Muth’i’m bin ‘Adi, untuk masuk kembali ke kota Mekkah tatkala ditolak di Thaif.

Dan saat beliau di Madinah, beliau sering berdialog dengan para pemuka Yahudi. Selain itu, dalam rangka menjaga hubungan antar umat beragama di Madinah, Nabi SAW pun membuat Piagam Madinah, yaitu suatu piagam yang berisikan nilai, norma, hukum dan aturan hidup dalam kebhinekaan dan kemajemukan masyarakat Madinah kala itu.

Di Mekkah mau pun Madinah, Nabi SAW sudah terbiasa bermu’amalah dengan orang-orang di luar Islam. Bahkan suatu ketika Nabi SAW pernah bersabda : “Man Adzaa Dzimmiyyan Fa Ana Khoshmuhu, Khoosamtuhu Yaumal Qiyaamah” (Barangsiapa yg menyakiti / mengganggu Kafir Dzimmi, maka aku jadi musuhnya, niscaya aku musuhi dia di Hari Qiyamat). Subhanallah! Luar Biasa! Seorang Nabi mengancam untuk memusuhi umatnya sendiri jika mengganggu umat agama lain tanpa haq! Ini merupakan puncak penghargaan Nabi SAW terhadap pluralitas.

Jadi, soal penghargaan terhadap Pluralitas, Islam telah mendahului ajaran semua agama, sehingga umat Islam pun telah mendahului etika semua umat beragama di dunia.

Pluralisme dan Multikulturalisme

Lain pluralitas, lain lagi pluralisme. Islam menerima pluralitas dengan segala keindahannya, tapi menolak keras pluralisme dengan segala kerusakannya. Pluralisme adalah suatu ajaran pemikiran yang meyakini bahwa semua agama sama, dan semuanya benar. Pluralisme menganut paham relativisme, sehingga menolak adanya kebenaran mutlak dalam keyakinan beragama. Pluralisme melarang penganut suatu agama mengklaim hanya agamanya yang benar. Pluralisme memaksa setiap penganut suatu agama untuk mengakui kebenaran agama lain yang tidak dianutnya. Bagi pluralisme, sempalan dalam suatu agama yang menistakan dan menodai agama tersebut sekali pun, tetap harus dikategorikan sebagai bagian dari kebebasan beragama.

Jadi, pluralisme tidak lain dan tidak bukan hanya merupakan madzhab pembenaran semua agama dan pembenaran semua penyimpangan agama, serta pemerkosaan terhadap kebebasan umat manusia dalam membenarkan agamanya dan dalam menolak kebenaran agama lain yang tidak diyakininya. Ironisnya, pluralisme merusak agama dengan mengatas-namakan agama.

Fakta membuktikan bahwa kaum pluralisme merupakan kelompok anarkis pemikiran yang selalu memaksakan pendapat dan kehendak. Jika ada kelompok lain yang tidak sependapat dengan mereka, maka akan mereka beri label, seperti : Preman Berjubah, Jama’ah Anarkis, Radikal Agama, Teroris Islam, Bahaya Latin Kanan, Fundamentalis Transnasional, Islam Kolot, Islam Puritan, dan sebagainya…

Kini, setelah Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) sesat dan menyesatkan, maka kaum pluralisme berkamuflase dengan mengganti nama menjadi Multikulturalisme. Nama terdengar beda, tapi ternyata isinya sama. Bungkusan yang menarik, ibarat “kornet Babi cap Onta”. Bungkusnya bagus menawan, isinya racun mematikan. Apa pun namanya, aliran pembenaran semua agama dan semua penyimpangan agama, merupakan aliran sesat yang harus diberantas hingga ke akar-akarnya.

Indonesia dan Pluralitas

Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara Indonesia menjadi bukti bahwa negeri ini sangat menghargai pluralitas. Namun sayang, pengelola negeri ini tidak mampu membedakan antara pluralitas dan pluralisme, sehingga terbawa arus pencampur-adukkan aqidah dan pembenaran terhadap berbagai penyimpangan agama.

Bukti pencampur-adukkan aqidah yang dilakukan negara adalah masih digelarnya Natal Bersama di berbagai instansi pemerintah, padahal MUI telah memfatwakan haram sejak tahun 1981. Sedang bukti pembenaran penyimpangan agama oleh negara adalah masih keras kepalanya Presiden RI untuk tidak menerbitkan Keppres Pembubaran Ahmadiyah, padahal MUI telah memfatwakan sesat menyesatkan sejak tahun 1980 yang kemudian dipertegas dengan fatwa tahun 2005, dan Bakorpakem telah merekomendasikan pembubarannya sejak 2005 yang kemudian dipertegas pada tahun 2008.

Kebebasan beragama di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 pasal 29 ayat 2. Dan agar supaya tiap-tiap umat beragama tidak menafsirkan sendiri-sendiri tentang kebebasan beragama yang dimaksud, maka telah dibuat berbagai perundang-undangan yang mengatur harmonisasi hubungan antar umat beragama. Misalnya, SKB tentang pendirian rumah ibadah dibuat agar tidak ada umat suatu agama seenak dan semaunya mendirikan rumah ibadah di wilayah pemukiman umat agama lain. Misal lain, UU Diknas yang mewajibkan sekolah umum disemua tingkatan untuk menyediakan guru pelajaran agama yang seagama dengan peserta didik, sehingga tidak ada peserta didik yang dipaksa untuk belajar agama yang tidak dianutnya.

Sedang penodaan agama di Indonesia dilarang oleh UU Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres No. 1 / PNPS / 1965 yang kemudian diundangkan oleh UU. No. 5 Th. 1969, dan KUHP pasal 156a. UU Penodaan agama ini berlaku untuk semua agama, sehingga tidak boleh ada umat agama apa pun yang menodai agama yang mana pun.

Semua perundang-undangan tersebut sudah lumayan bagus, tapi masih saja ada pihak yang gemar melanggarnya, seperti bermunculan rumah-rumah ibadah liar suatu umat agama tertentu di wilayah pemukiman umat agama lain, atau peserta didik suatu sekolah umum dipaksa untuk belajar agama lain, atau aliran-aliran sesat yang tumbuh bak cendawan di musim hujan, sehingga menimbulkan keresahan dan kegelisahan di tengah masyarakat, bahkan tidak sedikit yang memicu konflik.

Di Sampit, Ambon dan Poso misalnya, pada mulanya murni merupakan persoalan kriminal kemaksiatan, seperti minuman keras dan premanisme, lalu ditunggangi kepentingan politik yang juga memanfaatkan kesenjangan sosial ekonomi yang ada, kemudian akhirnya mengkristal menjadi konflik agama.

Karenanya, semua pihak harus tunduk kepada hukum dan perundang-undangan yang mengatur hubungan antar umat beragama di Indonesia, agar kebhinekaan, keragaman dan kemajemukan menjadi indah tak ternodai.

Pluralitas dan Pluralisme

Setelah uraian di atas, maka jelas sudah perbedaan antara Pluralitas dan Pluralisme. Ini memang hanya sebuah istilah, tapi istilah justru merupakan pintu masuk terminologi yang memfokuskan makna dan tujuan dari istilah itu sendiri. Karenanya, umat Islam harus waspada dan ekstra hati-hati dengan penggunaan istilah, karena ini merupakan bagian dari medan perang terminologi antara Islam dan Barat yang akan berimbas kepada peradaban.

Berdasarkan uraian di atas, saya menyimpulkan bahwa pluralitas adalah suatu kebhinnekaan, keragaman dan kemajemukan, sedang pluralisme adalah suatu pemaksaan kehendak dan pencampur-adukkan aqidah. Pluralitas adalah suatu kebebasan, keindahan dan keniscayaan, sedang pluralisme adalah suatu kejahatan, pengkhianatan dan kesesatan.

Dan ada satu hal yang perlu diingat, bahwa hal-hal yang dituliskan dengan makna toleransi sebenar-benarnya toleransi, beragama yang percaya diri dengan agamanya sendiri, itu adalah mutlak bagi siapapun yang memeluk agama, dalam agama apapun. Sudah Jelas bahwa surat terbuka yang ditujukan untuk Rocket Rockerz, berisi provokasi, pembodohan terhadap esensi toleransi, serta mengkhianati kebhinekaan (pluralitas). Tetap berjuang untuk Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal, kenapa? Kali ini islam yang menjadi korban kader-kader zionis, yang ditakutkan? Apabila semua agama di Indonesia jadi liberal. Mana norma? Mana Aturan Tuhan? Semua diamandemen dengan pembusukan pemikiran.

 

 

Islam Dan Pluralitas

Sumber : http://url.stisitelkom.ac.id/54999

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *