Categories
Belajar Islam

Seorang Suami Antara Istrinya dan Ibunya

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Ustad, bagaimana hukum menurut qur”an dan sunnah kalo si suami ingin selalu membuat ibunya tersenyum namun karena perbuatannya itu terkadang membuat isterinya menangis atau bersedih karena selalu mendahulukan kewajibannya kepada ibunya dan menomorduakan kewajibannya kepada istri dan anak-anaknya ? dan akhirnya membuat istrinya tidak ridho terhadap perbuatannya tersebut.

Jawab :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Seorang muslim diwajibkan untuk berbakti kepada orang tuanya, khususnya ibu. Seorang anak harus berusaha mendapatkan ridhonya dan menjadikannya marah. Diantara dalil dalam masalah ini adalah:

1. Firman Allah ta’ala dalam surat Al-Isra’ ayat 23:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا

(Dan Rabb mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.

2. Hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ: «أُمُّكَ» قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أُمُّكَ» قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أُمُّكَ» قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أَبُوكَ»

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” HR. Bukhari no.5971 dan Muslim no.2548

Apabila pasangan hidup seseorang tanpa alasan syar’i memintanya melakukan hal-hal yang menjadikannya durhaka kepada orang tuanya atau menjadikan mereka marah maka pasangan tersebut tidak boleh diikuti permintaannya karena permintaan itu menyelisihi nash yang jelas.

Di sisi lain seorang laki-laki wajib untuk mempergauli istrinya dengan baik dan memenuhi hak istrinya, seperti hak untuk memperoleh nafkah lahir dan batin. Diantara dalil untuk masalah ini adalah:

1. Firman Allah ta’ala dalam surat An-Nisa’ ayat 19:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

2. Hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ، عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa bila ia menahan makanan dari orang yang menjadi tanggungannya.”HR. Muslim no.996

3. Hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ العَاصِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا عَبْدَ اللَّهِ، أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ النَّهَارَ وَتَقُومُ اللَّيْلَ؟» قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «فَلاَ تَفْعَلْ، صُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Amru bin Ash ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai Abdullah, Aku telah diberitahu bahwa kamu berpuasa sepanjang hari dan qiyamullail semalan suntuk?” aku menjawab, “Benar wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Janganlah kamu melakukan hal itu. Berpuasalah dan juga berbukalah. Tunaikanlah qiyamullail namun sisihkan pula waktu untuk tidur. Sebab bagi jasadmu juga punya hak atas dirimu, kedua matamu juga punya hak atasmu dan bagi isterimu juga punya hak atas dirimu.”HR. Bukhari no.5199

Dengan demikian, bila ada seorang laki-laki diperintahkan oleh siapapun (termasuk orang tuanya) untuk berbuat buruk kepada istrinya, tidak memenuhi haknya, atau menjadikannya sedih tanpa alasan yang syar’i maka perintah ini tidaklah boleh dilaksanakan meski yang memerintahkan adalah orang yang memiliki hubungan darah dan kedekatan emosional karena perintah ini menyelisihi nash yang shahih dan jelas.

Seorang laki-laki wajib untuk berbuat baik kepada istri dan kedua orang tuanya. Ia pun wajib untuk memenuhi hak-hak mereka. ini didasari oleh nash-nash yang shahih dan jelas, sebagaimana telah kami sebutkan sebagian dari nash tersebut. Seorang laki-laki tidak boleh membahagiakan satu pihak dengan cara menjadikan pihak lain bersedih. Ia harus berusaha sebisa mungkin membahagiakan pihak istri dan pihak orang tuanya secara bersamaan.

Seharusnya pihak orang tua dan pihak istri saling pengertian dan tidak saling berebut pelayanan dan perhatian dari sang anak/sang suami. Orang tua seharusnya memahami bahwa anak laki-laki mereka sekarang tidak sendiri lagi dan sudah memiliki tanggung jawab yang harus ia urus sehingga mereka rela bila sebagian perhatian anaknya sudah teralihkan dari mereka kepada yang lain. Istri juga seharusnya juga memahami bahwa laki-laki yang menikahinya adalah putra dari dua orang tua yang telah sangat berjasa membesarkan, mengasuh dan mendidik putra tersebut hingga ia siap untuk menjadi seorang suami, apabila tertanam dalam benak seorang istri bahwa suaminya adalah orang yang berutang jasa kepada kedua orang tuanya dan ia juga berkewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tuanya maka si istri akan rela bila sebagian waktu suaminya dicurahkan untuk kedua orang tuanya.

Semoga Allah ta’ala memudahkan kita semua untuk melaksanakan kewajiban kita masing-masing sebagaimana yang Dia gariskan di Al-Qur’an atau As-Sunnah. Semoga Allah ta’ala juga memudahkan kita untuk berbuat adil dalam kehidupan kita sehari-hari.

kasih ibu
kasih ibu

Seorang Suami Antara Istrinya dan Ibunya

Sumber : http://www.salamdakwah.com/baca-pertanyaan/bakti-suami-terhadap-ibunya.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Just Shared on Tel-U

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading