Categories
Kepemimpinan dan Manajemen

Dialog Kepemimpinan Bersama Jusman Syafii Djamal

Source : http://leadershipqb.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2450:dialog-kepemimpinan-bersama-jusman-syafii-djamal&catid=39%:betti-content&Itemid=30

 

Rabu (13/4/2011), pukul 21:00 – 02:06, digelar dialog online bersama mantan Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal melalui mailing list Ikatan Alumni ITB (IA-ITB).  Berikut ini adalah hasil kompilasi dari dialog tersebut.

Profil Jusman Syafii Djamal

Jusman Syafii Djamal lahir di Langsa Aceh Timur, 28 Juli 1954. Ia menerima Penghargaan “Bintang Jasa Nararya” dari Presiden RI pada Hari Kemerdekaan ke-50, 17 Agustus 1995, atas keberhasilannya sebagai Chief Project Engineer N250, generasi baru Turboprop berpenumpang 50 orang, yang sukses melakukan penerbangan perdana pada 10 Agustus 1995.

Pada Dies ke 50 Institut Teknologi Bandung, 2 Maret 2009, Jusman menerima Penghargaan “Ganesha Pradjamanggala Bhakti Adiutama”.

Pada 15 Agustus 2008, ia mendapatkan hak paten No ID 0 021 669 untuk  Digital Flight Control Systems, bersama alm. Bambang Pamungkas dari Direktur Jendral HAKI, Departemen Hukum dan HAM.

Pengalaman Profesional

Januari 2011—sekarang: Komisaris Utama PT Telkom Indonesia Tbk
Mei 2010—sekarang: Diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Anggota Komite Inovasi Nasional
Januari 2005—sekarang: Ketua Matsuhita Gobel Foundation, dengan fokus kegiatan Pelatihan dan Diskusi tentang Eco Manufacturing dan Green Industry Paradigm
Januari 2010: Komisaris Independen  PT Jasa Angkasa Semesta Tbk, Airport Services dan Ketua Dewan Penasihat DPP Organda
Mei 2007—Oktober 2009: Menteri Perhubungan Kabinet Indonesia Bersatu Pertama
Januari 2007—April 2007: Anggota Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (EKKT)
2005—2006: Ketua Tim Perumus Roadmap Industri KADIN
Januari  2005—sekarang: Penasihat Bisnis Teknologi, Bussiness Unit Inkubator Teknologi BPPT
2000—2002: Presiden Direktur PT Dirgantara Indonesia
1998—2000: Direktur HRD PT Dirgantara Indonesia
1995—1998: Direktur Senjata dan Sistem Persenjataan, Sistem Satelit dan Produksi Helikopter; dan Wakil Presiden Pengembangan Produk IPTN
1990—1995: Chief Project Engineer N250, 50 Seater Advanced Turboprop Airplane
1982—1989: Professional Engineer in Aerodynamics and Preliminary Design of Aircraft

Tanya Jawab

Ramli Sihaloho (TA82):

  1. Apa kriteria mahasiswa ideal untuk jurusan teknik dan manfaat pengalaman sebagai aktivis mahasiswa setelah terjun ke masyarakat?
  2. Mengapa  memilih jurusan Teknik Penerbangan? Apakah memang bercita-cita menjadi astronot? Bagaimana prospek ilmu penerbangan ke depan? Mengapa sangat terbatas perguruan tinggi yang  membuka jurusan ini, apa kesulitannya? Bagaimana kebutuhannya? Bagaimana peluangnya untuk bekerja diluar negeri?
  3. Dalam berkarier di IPTN, Bapak telah berhasil mencapai puncak. Tentu bukan sesuatu yang mudah karena harus menyingkirkan saingan-saingan yang berasal dari satu kampus. Apa kiat-kiatnya? Apa prestasi yang dicapai selama menjadi nahkoda disana. Kenapa pada akhirnya IPTN tidak bisa survive dan harus mem-PHK ribuan profesionalnya, padahal investasi pemerintah/rakyat sudah sangat besar dihabiskan untuk merebut teknologi pesawat itu? Bagaimana masa depan IPTN ke depan? Apakah Pak Habibie masih berperan sebagai orang yang paling bertanggung jawab pada IPTN?
  4. Dari jabatan profesional di IPTN ke jabatan politis sebagai Menteri Perhubungan meski tidak satu periode penuh dalam kabinet karena sifatnya mengganti, gebrakan apa yg dilakukan selama menjadi Menhub dan perubahan/prestasi apa yang diraih? Apa hambatan-hambatan yang dirasakan/dialami pada waktu mulai memasuki jabatan politis?
  5. Dari profil Bang Jusman, tampaknya Anda orang yang sangat sibuk, apalagi merangkap jabatan. Bagaimana mengatur waktunya untuk keluarga? Apakah ada yang dikorbankan? Prestasi anak-anaknya bagaimana? Sampai kapan akan aktif terus? Apakah tidak merasa capek dan mengenal waktu pensiun/istirahat?
  6. Secara pribadi, saya salut dan ikut bangga dengan prestasi dan reputasinya. Apakah Bang Jusman suka pujian?

Jusman:
Pertanyaanya beruntun ya. Terima kasih atas apresiasinya. Saya jawab yang mudah dulu, apa suka pujian. Saya pikir tak ada orang yang tidak suka dipuji. Makanya Dale Carnegie dalam buku klasiknya yang saya baca tahun 1980-an dengan judul How to Influence People and to Win Friends, menganjurkan kita untuk memberikan pujian.

Pujian membuat kita menyorot dan berfokus pada kekuatan dan keunggulan orang lain. Katanya, dengan selalu memuji, kelemahan orang lain tidak terlihat dan sinergi mudah terbangun. Saya pikir, resep ini bagus untuk dikelola menjadi kekuatan batin kita. Jika, kita banyak memuji orang lain, kita pasti akan rendah hati dan tidak takabur. Kita terpacu untuk menutupi kelemahan kita dengan belajar dan bekerja keras.

Resep Dale Carnegie itu mirip seperti ajaran almarhum ayah saya ketika mengantar saya naik kapal Koanmaru dari Belawan ke Priok. Dia bilang, merantau ke negeri seberang jangan mencari musuh, tapi berjuanglah untuk membangun persahabatan.

Apa saya begitu sibuk sehingga lupa anak? Ah ya nggak, saya selalu menyediakan waktu untuk anak-anak saya. Untuk mereka, saya bekerja. Mereka titipan Allah yang hak-haknya harus saya hormati dan lindungi. Beruntung saya punya isteri yang jauh lebih baik dari saya dalam kasih sayang pada anak-anak. Dia tinggalkan tempat bekerja dan hidupnya untuk mencintai anak-anak dan tentu suaminya.

Ayah saya tidak pernah pensiun dalam mencari nafkah. Begitu juga saya pelajari hidup guru-guru saya. Ambil contoh Prof. Diran, hingga saat ini meski usianya sudah 70 tahun tidak pernah berhenti bekerja. Begitu juga Prof. Filino, Prof. Wiranto, dan guru besar ITB yang saya kenal baik, mereka tak pernah merasa lelah dan capek bekerja. Jadi, saya ikuti saja ajaran hidup seperti itu.

Kemudian pertanyaan lain saya urut satu demi satu, ya.

Mahasiswa ideal—kata alm Prof. Iskandar Alisjahbana, Rektor ITB tahun 1978, yang sering menjadi partner debat saya; dan Prof Santoso Imam Rahayu, guru kimia saya di TPB—adalah mahasiswa yang mengisi hidupnya dengan adventure, petualangan menjelajah dunia dan wilayah baru yang sebelumnya tidak dia ketahui. Petualangan fisik, naik turun gunung, turun lembah, menyebrang sungai dan lautan dengan kegembiraan yang luar biasa; petualangan dalam alam ide dan gagasan, melalui membaca buku dialog debat dan diskusi; petualangan dalam berkesenian. Karena itu, ketika di TPB/ITB kami diwajibkan mengikuti paling tidak 3 aktivitas kemahasiswaan, yakni olah raga, seni dan kaligrafi, serta diskusi. Itu TPB73.

Akibatnya, jadi aktivis bukan karena pilihan atau memilih, tetapi karena memang kita direkayasa oleh kurikulum ITB ketika tahun ’73 untuk  menjadi aktivis. Sehingga, kriteria mahasiswa teladan adalah yang aktivitas nonkurikuler kuat dan nilai Matematika, Fisika, Kimia, serta pelajaran mata kuliah lainnya tinggi. Contoh mahasiswa teladan, seperti Jero Wacik, Fadel Muhammad, dan banyak yang lainnya.

Apa itu baik untuk mahasiswa ITB? Jelas sangat baik, ITB adalah tempat di mana pendiri Republik digembleng. Ir. Sukarno, Ir. Anwari, Ir. Sutami, Ir. Rooseno—semuanya mahasiswa pintar yang sangat aktif dalam masyarakat.

Kenapa memilih penerbangan? Karena saya lebih senang Matematika dan Fisika, serta Kimia dibandingkan menggambar teknik. Kebetulan waktu saya masuk jurusan penerbangan, di situ hanya ada 5 orang mahasiswa satu angkatan. Dosennya 10 profesor doktor yang semuanya jagoan dan termasuk sukar ditemukan. Jadi, kita terpaksa belajar lintang pukang kesana kemari mencari referensi, sehingga bisa survive sampai sekarang.

Penerbangan adalah teknologi masa kini dan masa depan. Tidak mungkin orang tidak naik pesawat terbang. Jadi, masa depan pasti terbuka luas. Hanya di ITB bisa dikembangkan Fakultas Dirgantara. Di universitas lainnya, saya pikir susah ya. Kenapa? Karena tidak mudah mencari dosennya dan laboratorium mahal.

Kenapa bisa jadi orang nomor satu di IPTN? Ini karena Prof. B. J. Habibie yang merekayasa sistem pembudayaan teknologi yang dikembangkan oleh Beliau melalui filsafat “bermula dari akhir berujung pada awalnya”. Oleh Beliau, saya ditawarkan dua pilihan: mau pintar dan profesional dalam dunia penerbangan melalui jalur pendidikan, atau melalui jalur pembudayaan teknologi through learning by doing.

Saya pilih jalur kedua. Jadi, oleh Beliau saya dicemplungkan pada pekerjaan paling rendah dalam bidang aerodinamika dan perancangan pesawat, yaitu bekerja di hanggar pesawat terbang di CASA Spanyol, sebagai pengukur discrepancy antara gambar teknik dengan komponen yang diproduksi.

Setiap penyimpangan saya catat, kemudian dikalkulasi dalam model komputer untuk diteliti tingkat inefficiency yang terjadi akibat penyimpangan tadi. Inefficiency kinerja aerodinamika sebagai buah ketidaktelitian proses produksi ini disebut parasitic drag. Itulah kerja awal saya. Kemudian naik satu jenjang ke jenjang lainnya.

Semua jabatan dan posisi yang ada dalam anak tangga karier di industri pesawat terbang pernah saya alami, selama 20 tahun tanpa henti. Jadi wajar ketika krisis melanda IPTN, saya ditunjuk oleh Pak Habibie untuk menjadi direktur sistem senjata, helikopter, dan sistem antariksa; kemudian dipindah menjadi direktur umum dan sumber daya manusia; baru menjadi direktur utama ketika dtunjuk oleh Gus Dur dan Megawati untuk memimpin IPTN dan mentransformasikan semua hutang. Saya diberhentikan pada 2002, kemudian pensiun dini.

Ketika menjadi Menhub, saya diamanahkan Presiden SBY untuk menurunkan jumlah kecelakaan. Saya buat program “Roadmap to Zero Accident” dan bersama dengan DPR mengubah Undang-undang Transportasi. Dalam 2,5 tahun menjadi Menhub, telah diterbitkan 5 UU Transportasi, yakni perkeretaapian, pelayaran, penerbangan, lalu angkutan jalan raya serta UU Geofisika Meteorologi dan Klimatologi.

Esthi TB (FT83):
Bang Jusman, CV-nya sangat keren. Ikut bangga dengan insinyur yang setia pada bidangnya dan meroket karirnya juga. Pertanyaannya, bagaimana strategi bangsa kita sebaiknya untuk mengubah brain drain (tenaga skill disedot oleh perusahaan luar negeri) menjadi brain gain (tenaga skill kita di luar negeri kembali ke Tanah Air dan memajukan ekonomi/ilmu pengetahuan Indonesia)?

Jusman:
Saya tidak setuju dengan istilah brain drain. Menurut hemat saya, anak-anak muda Indonesia adalah benih unggul dalam bidang sains dan teknologi. Kita hanya bisa menguasai sains dan teknologi jika setiap hari kita bergelut dalam dunia sains dan teknologi. Sama juga ahli renang, hanya bisa menjadi ahli renang di kolam renang 8 jam sehari setiap minggu.

Pusat-pusat keuunggulan sains dan teknologi untuk sementara ini tidak ada di Indonesia. Belum berkembang infrastruktur sains dan teknologi yang mampu menampung, menumbuhkembangkan potensi kreatif yang tersimpan dalam brain anak-anak muda di Indonesia. Karena itu, marilah kita didik dan kembangkan mereka untuk mampu bersaing dengan benih unggul negara lain, di pusat-pusat keunggulan sains teknologi dunia. Beri kesempatan kepada mereka untuk menjadi top engineer dan top scientist dunia. Pasti kita bangga sebagai Bangsa Indonesia.

Dicky Gumilang (TI78):
Sebagai mantan Chief Engineer dan Dirut PT DI, dan sekarang berada di luar, apakah harapan Pak Jusman terhadap PT DI? Apakah PTDI dapat diselamatkan atau malah dikembangkan sesuai blueprint Pak Habibie?

Jusman:
Kita semua punya harapan besar agar PT Dirgantara Indonesia dapat bangkit kembali. Mengapa? Sebab perusahaan itu didirikan dan digeluti serta dicintai seperti anak sendiri oleh pejuang dirgantara Tanah Air.

Di pintu masuk GPM (Gedung Pusat Manajemen) PT DI dulu, ketika saya menjadi Dirut, saya letakkan patung Nurtanio Pringgoadisuryo yang sedang tersenyum dengan mimik dan sinar mata pantang menyerah. Patung yang bagus sekali, yang menggambarkan sosok seorang desainer dan flight test engineer otodidak, yang langka di Indonesia—genius pada zamannya.

Jejak pesawat hasil karya Nurtanio yang lahir dari tangannya dan keterampilan tim kerjanya masih dapat dilihat kalau kita mau ke Bandara Husein Sastranegara, Bandung, yakni “Si Kumbang”, dst. Itu adalah rekam jejak ketika industri ini masih berskala kecil, dengan biaya incremental atas kebijakan negara melalui jalur TNI AU.

Step by step approach to build aircraft industry—sasarannya membuat pesawat latih untuk pilot dan pesawat penyemprot hama padi untuk pertanian, Gelatik, dan terakhir pesawat 4 penumpang LT200. Dua prototipe Pesawat LT200 karya Nurtanio itu ketika saya mahasiswa, dijadikan tempat saya dilatih menjadi flight test engineer oleh Kolonel Sumarlan dan Prof. Oetarjo Diran.

Saya belajar mengemudikan pesawat take off-landing dari alm. Kolonel Sukandar dan Mayor Tamawi, yang kemudian gugur menjalankan tugas dam dimakamkan di Makam Pahlawan Sirnaraga.

Tahun 1965, Bung Karno membuat perintah kepada Menteri Panglima AU, Marsekal Omar Dhani untuk menjadikan PT Nurtanio sebagai pabrik pesawat terbang penumpang 50 pengganti Foker 27. Ia berubah jadi Kopelapip. Cerita ini saya peroleh dari Pak Omar Dhani sendiri ketika saya sebagai Dirut PT DI mengundang semua mantan Kepala Staff TNI AU ke kompleks IPTN untuk menunjukkan semua peralatan utama industri pesawat terbang yang dikembangkan selama 20 tahun oleh generasi penerus mereka, yakni Prof B. J. Habibie.

Ketika berdiri di samping N250, Pak Omar Dhani mengusap matanya. Beliau tampak terharu. Saya tanya, “Kenapa begitu terharu Pak?” Beliau jawab, “Saya bangga dengan kalian, akhirnya saya bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri perintah Bung Karno itu telah terwujud dalam kenyataan.” Dream come through reality through hard works struggle, passion, and love to our Nation.

Apa yang saya alami tahun 2000 hampir mirip ketika kami mendapat tugas menjadi pendamping Prof. B. J. Habibie bersama alm Said Jenie, alm Bambang Pamungkas, dan alm Alex Supelli menemani alm Presiden Soeharto pada 10 Agustus, pukul 10:10, menyaksikan penerbangan perdana N250.

Ketika roda belakang terangkat dan pesawat bewarna biru putih berlambang Gatot Kaca itu terbang mulus ke angkasa, semua orang meneteskan air mata. Tak terkecuali alm Presiden Soeharto dan alm Ibu Tien. Keharuan yang timbul dari rasa bangga karena ujian pertama lulus cumlaude. It is not about money. Ini bukan soal uang seperti yang sering disebut banyak orang, but it is about nation pride. Pride where everybody count.

Setiap orang, dari satpam, pembuat kopi, tukang antar surat, cleaning service, teknisi di meja gambar, di depan mesin, insinyur di depan komputer, dan catia terminal serta petugas finansial dan administratif telah disatukan oleh visi Presiden Soeharto yang melanjutkan mimpi Bung Karno, dan diwujudkan melalui kerja keras, kepemimpinan yang kuat dengan visi masa depan science technology Prof B. J. Habibie. Sebuah mahakarya telah lahir. N250 yang kemudian dibawa terbang ke Paris, keliling Eropa pada 1997.

Karena itu, kalau sekarang PT DI seperti hidup segan mati tak mau, saya pikir bersifat sementara. Anda dan teman-teman generasi masa kini dan masa depan pasti lebih baik dari generasi masa lalu yang fading away. Pasti kita bisa melahirkan mahakarya teknologi lain yang lebih canggih dan lebih dicintai bangsanya.

PT DI masih dapat diselamatkan dengan beberapa catatan:

Pertama, fokuskan pada upaya untuk mendapatkan revenue stream setiap tahun paling minimal 1,5 triliun. Itu revenue stream dari skenario survival. Jika tidak tercapai dalam 3 tahun berturut-turut, ia akan pindah ke jalan krisis yg berujung pada sayonara.

Kedua, kembangkan lagi struktur organisasi yang terdesentralisasi. Tiap revenue stream memiliki portofolio tersendiri yang fokus berdasarkan kompetensi utama dan aset yang dimiliki untuk dilekatkan pada “market nieche” ceruk pasar.

Ketiga, kuatkan Technology Driven Organization, dimana organisasi rekayasa dan rancang bangun yang kuat dapat dijadikan subkontrak pekerjaan engineering dari dunia lain.

Keempat, kembalikan kepercayaan dari industri dirgantara luar negeri untuk bekerja sama. Jika tidak ada expert asing yang sering berkunjung ke pabrik di Bandung, artinya PT DI terisolasi dari kemajuan dialog dalam diaspora para engineer aeronautik dunia. Dan itu artinya, mandeg hancur.

Agung:
Sekarang ini sangat marak tren LCC di Indonesia. Bagaimana tanggapan abang mengenai hal ini?
Bagaimana airline bertitel LCC harus bekerja untuk bersaing dengan LCC asing seperti Tiger Airways dan Air Asia Group?

Jusman:
Sdr. Agung, low cost carrier adalah tren industri penerbangan dunia. Jadi, jika ingin pasar domestik Indonesia didominir oleh industri maskapai penerbangan Indonesia, low cost carrier model seperti Air Asia dan Ryan Air yang mengedepankan tingkat keselamatan penerbangan tinggi serta manajemen revenue yang berkualitas perlu dikuasai dan dijadikan “brand” dari maskapai penerbangan di Indonesia.

Jika dipelajari model bisnis Air Asia dan Ryan Air atau Ricahrd Branson Virgin Blue, maka Anda akan melihat makna low cost carrier dengan tepat. Pelajari juga fenomena Soutwest Airline yang bertransformasi dari legacy airline ke low cost air.

Bahaya dari LCC adalah reduksi cost yang ikut menggerus biaya perawatan pesawat terbang dan penggunaan bogus part atau praktik-praktik lain yang tidak sesuai dengan Regulasi Keselamatan Pesawat Terbang. Dan itu bukan konsep low cost carrier. Itu maskapai flying coffin, namanya. Yang mengabaikan keselamatan penerbangan tidak dapat dikategorikan sebagai maskapai penerbangan. Dan saya pikir, di Indonesia tidak ada maskapai penerbangan seperti itu.

UU No. 1 tahun 2009 telah memberikan ruang sanksi yang sangat ketat agar praktik pengelolaan maskapai penerbangan yang tidak berbasis keselamatan tidak terjadi di Indonesia, serta perkembangan LCC nasional menjadi lebih kompetitif untuk masuk ke pasar regional. Lion Air, Wing Air, Batavia Air, Sriwijaya Air, Susy Air adalah contoh maskapai penerbangan nasional yang sedang berjuang untuk membangun keselamatan penerbangan yang sesuai standar internasional. Tidak mudah tapi pasti berhasil.

Hanief Adrian (Planologi 2003):
Saya mau bertanya, apa korelasi kebijakan 6 Koridor Ekonomi dengan paper yang dikeluarkan Komite Inovasi Nasional? Apakah Komite Inovasi memiliki rencana untuk mengembangkan pusat inovasi di Indonesia Barat dan Timur?

Jusman:
Kemarin Komite Inovasi Nasional diberi kesempatan oleh Bapak Presiden untuk memaparkan rekomendasi KIN berkaitan dengan 6 koridor ekonomi menuju Indonesia 2025, di depan Sidang Kabinet Paripurna yang diperluas. Prof Zuhal sebagai ketua Komite Inovasi Nasional memaparkan pentingnya dikembangkan Sistem Inovasi Daerah dan Klaster Inovasi yang memiliki fokus dan
kawasan tertentu di setiap daerah unggulan dalam koridor ekonomi tersebut.

Oleh Bapak Presiden, KIN diminta melanjutkan rekomendasi tersebut ke perencaan strategis yang lebih “down to earth”. Artinya, melalui pemetaan yang lebih akurat dari masing masing keunggulan daerah yang memiliki momentum dan titik ungkit untuk diprioritaskan sebagai pusat pertumbuhan inovasi.

Dadang JP (EL 79):
Setelah 10 tahun reformasi, saya merasakan belum ada perkembangan berarti dalam kemajuan bangsa, seperti masih banyaknya kemiskinan, pengangguran, korupsi, pertikaian antargolongan dll. Menurut saya, salah satu penyebabnya adalah lemahnya kepemimpinan bangsa. Bagaimana menurut Bapak? Pemimpin seperti apa (kriteria) yang dapat memajukan Indonesia? Tks.

Jusman:
Pertanyaan yang susah. Menurut hemat saya, kepemimpinan yang kuat sekarang telah terbangun. Kuat dari segi dukungan rakyat yang diperoleh melalui mekanisme pemilihan umum langsung, baik
di tingkat daerah maupun ditingkat daerah. Kemiskinan dan pengangguran masih ada, saya kira jelas. Karena itu program aksi dan kebijakan yang ada perlu diakselerasi agar apa yang dicita-citakan cepat terjadi.

Kalau sekarang, kriteria pemimpin yang kuat adalah yang dapat meyakinkan rakyat pemilih untuk dipilih dalam pemilihan umum sebab kita sudah memilih jalan demokrasi sebagai jalan kehidupan politik ekonomi kita. Tidak mungkin kita mundur ke masa sebelum reformasi. Reformasi 1998 tak mungkin gagal, jika semua warga negara mampu bekerja sama mencintai Bangsa dan Negara Indonesia.

O.K. Taufik:
Ada tidak kekecewaan kita gagal mengembangkan industri penerbangan di situasi maraknya LCC?

Jusman:
Mengapa harus kecewa? Dunia penerbangan atau tepatnya industri penerbangan PT Dirgantara Indonesia, bukan kalah karena tenaga kerja kita tidak memiliki talenta untuk menjadi engineer yang mumpuni di tingkat dunia. Tidak juga kalah karena tidak dapat menghasilkan produk unggulan yang baik. Kita kalah karena ketika pada 1997, ketika krisis ekonomi, semua orang, baik di Indonesia maupun di internasional, terutama para pengambil keputusan politik makro, memang menyerahkan nasib IPTN ke tangan lembaga yang tidak menginginkan IPTN tumbuh berkembang, yakni IMF dan Badan Keuangan dunia lainnya.

Mereka bilang, untuk apa Indonesia punya industri penerbangan? Kan semuanya bisa dibeli. Untuk apa menguasai teknologi? Semua produk dan jasa apa saja sudah tersedia di pasar global. Semua bilang, lebih baik IPTN mati pelan-pelan dengan cara menutup kran sumber keuangannya.

Bagaimana mungkin IPTN tumbuh sendiri tanpa dukungan negara? Lihat saja pertumbuhan Airbus yang kini jadi EADS, atau Boeing apakah bisa maju kalau tidak didukung negara? Nasib IPTN mengikuti nasib Foker ketika Pemerintah Belanda mencabut dukungan keuangan dan mengalihkannya kepada Airbus. Fokker juga mati. Begitu juga Dornier.

Nasib baik ada pada De Havilland Canada. Pemerintahnya mencabut dukungan swasta Bombardier masuk dan mereka selamat. Demikian juga Embraer Brasilia. Pemerintah mencabut dukungan. Lembaga Dana Pensiun diminta take over oleh Pemerintah pada masa transisi, kemudian dijual kepada investor Amerika. Embraer selamat.

Untuk IPTN, dukungan ada tapi di atas kertas. Uang tak pernah mengalir, sementara working capital untuk mengerjakan kontrak tidak dibuka channell-nya. Apa tidak tutup??

Djoko Suharto (MS67):

  1. Bapak sudah berpengalaman di organisasi BUMN, swasta, dan birokrasi pemerintah. Apa kesan Pak Jusman tentang karakter di tiap organisasi tersebut, kelemahan maupun kekuatannya masing-masing? Apakah punya saran untuk perbaikan di kelemahan organisasi tsb supaya Indonesia bisa lebih maju lagi?
  2. Pak Hatta Rajasa memberikan presentasi tentang rencana pengembangan Indonesia 2011—2025. Sebagai alumni ITB dengan prestasi yang patut kita banggakan, apa saran Pak Jusman supaya ITB dan para alumninya bisa berkontribusi untuk merealisasikan rencana tersebut?

Jusman:
Yth. Pak Djoko Suharto, ini suheng atau kakak seperguruan saya dalam dunia kangow perguruan siawlimsi atau kunlunpay. Pertanyannya sukar.

Kelemahan terbesarnya menurut saya ada dua. Pertama, sort sighted, terbelenggu oleh pandangan jangka pendek, tidak memiliki visi masa depan yang secara konsisten berkesinambungan dikerjakan dalam rincian aksi hari-hari dalam satu grand strategy dan cetak biru roadmap yang baik.

Kedua, kurang terbuka untuk mau bersinergi dan beraliansi dengan kekuatan organisasi lain, atau ada ego sektoral yang kuat, yang tumbuh atas dasar kepentingan sesaat yang terakumulasi menjadi habit dan kultur melekat. “Ada semacam departemen-isme atau organisasi-isme” yang tumbuh berkembang. Akibatnya, pikiran mandeg dalam paradigma yang lama.

Obatnya apa ada? Jawabnya pasti ada. Saya kira di sinilah peran alumni ITB dan para dosen serta mahasiswanya. Yang memiliki pikiran jangka panjang, mudah bekerja sama, tidak egois, pasti
memiliki kekuatan untuk membangun sinergi.

Kebijakan 6 Koridor Ekonomi tahun 2025 yang dipresentasikan oleh Menko Perekonomian adalah konsep yang sangat baik dan relevan yang harus diwujudkan jika kita ingin jadi Negara Maju. Kata kunci dari konsep itu adalah locally integrated, globally connected. Fokusnya pada pengembangan infrastruktur transportasi, infrastruktur ICT, dan infrastruktur inovasi berbasis science and technology. Itu artinya, ITB driven growth, ITB memiliki potensi untuk menjadi engine bukan screw driver-nya. Bagaimana ITB berperan? Saya pikir, bidang keahlian yang ada di ITB harus dikelola secara private sector. Maksudnya, dikelola dengan gaya manajemen modern. Every single laboratorium and working place at ITB, is portfolio by itself.

Yang harus dipimpin oleh profesor yang mumpuni dan respected untuk dapat bersinergi dengan dunia industri untuk mendapatkan “breathing space” atau ruang bernapas bagi kemajuan science and technology, ya. Mungkin ada baiknya ditiru model MIT, atau Korean Institute Technology, atau Nanyang University dalam mengelola pusat keunggulan riset dan development-nya.

Kelemahan ITB adalah tidak percaya pada kredibilitas profesor dan doktornya yang dimiliki sendiri, sehingga terlalu sibuk memuji kemajuan bangsa lain, lupa kalau di sebelahnya duduk potensi genius yang tersia-sia tanpa ada challenge pekerjaan yang menantang kemampuan terbaik beliau-beliau itu.

Mas Djoko pasti pernah membaca dua buku menarik ini. “Why Smart Executuves Fails, and What You Can Learn from Their Mistakes” karya Sydney Finkelstein hasil wawancara ratusan CEO yang paling pintar di dunia; dan buku karya Roger Lowenstein berjudul “When Genius Failed, the Rise and Fall of Long Term Capital Management”. Dua buku itu patut didiskusikan di ITB agar bangkit kembali sebagai kekuatan pendorong kemajuan teknologi di Indonesia. Semua anak Bangsa Indonesia percaya ITB should become a leader in the front, agar jangan kuda ditarik bendi.

Salam hormat

Betti Alisjahbana (AR79):
Bang Jusman dulu adalah Chief Project Engineer dari pesawat N250. Menurut Anda, apakah N250 sebaiknya dihidupkan lagi? Bila ya, apa yang harus dilakukan untuk menghidupkannya?

Jusman:
Apakah N250 apakah perlu dihidupkan kembali? Jawabnya tentu perlu, terutama jika kita mampu mengembangkan pesawat 50-70 penumpang dengan teknologi jet yang terbaru, yang lebih efisien dan mempunyai daya dorong dan berat yang appropriate untuk kelas pesawat tersebut.

N250 yang terbang tahun 1995 sukar untuk dihidupkan kembali karena sukar dapat sertifikasinya. Mengapa? Karena semua kosep struktur ringan yang dikembangkan dalam airframe design-nya direkayasa berdasarkan kriteria dan rules kekuatan struktur regulasi FAR 25 pada tahun 1990.

Badan sertifikasi Amerika tiap tahun meng-update rule and regulation FAR 25-nya berdasarkan peristiwa kecelakaan dan kemajuan teknologi yang berkembang. Jadi, kriteria desain tahun 1990 pasti tidak sama dengan kriteria desain tahun 2000. Setiap 10 tahun pasti ada perubahan mendasar. Perubahan ini berdampak pada proses audit teknologi proses dan audit kekuatan setruktur yang akan dilaksanakan oleh FAA dalam memberikan sertifikat. Ini merupakan satu kendala yang sangat tidak mudah untuk ditemukan solusinya.

Selain itu, dalam rekayasa dan rancang bangun N250 ada kurang lebih 300 vendor utama. Yang menjadi rantai supply chain pemasok suku cadang, komponen, dst. Kini di tahun 2011, boleh dikatakan setelah 15 tahun terjadi proses konsolidasi dan merger serta akuisisi perusahaan, mungkin ada perusahaan pemasok itu yang sudah dilikuidasi dan menjadi a new entity. Ambil contoh lugas Leibher, pemasok komponen software dan hardware Fly By Wire yang menjadi jantung pengendali N250, telah melebur menjadi perusahaan konsorsium Eropa EADS, atau ada pecahan portofolio yang telah dipangkas menjadi perusahaan software missile, misalnya. Jadi, ada kendala bersifat how to integrate the bussiness process into one single product. Ini kendala kedua.

Ketiga, lead time dalam proses produksi serial production. Contohnya pemesanan raw material alumunium type serial 76, 75 yang juga merupakan raw material pesawat jet 100 seater. Tidak mudah untuk membloknya. Perlu working capital yang besar.

Itu beberapa contoh untuk menyatakan tidak mudah menghidupkan kembali produk yang sudah dimatikan oleh IMF itu.

O. K. Taufik:
Bagaimana sebenarnya prioritas industri kita ditengah degradasi sumber daya alam yang dimiliki?

Jusman:
Prioritas bisa dilihat dari dua perspektif. Jika kita menganut mazhab incremental innovation, gradually step by step, grows as we go—kata Prof Zuhal—eksploitasi sumber daya alam ini hanya boleh dilakukan secara terbatas sesuai kebutuhan anggaran pembangunannya. Kemudian, 50% hasilnya dikembalikan menjadi investasi dalam membangun industri hilir dan hulu dari sumber daya alam di tempat yang dieksploitasi tadi.

Jika batu bara digali, maka harus dikembangkan industri pengolah batu bara menjadi batu bara cair. Kemudian, ada kewajiban top soil-nya harus dikembalikan ke tempat asal yang digali tadi dan diubah menjadi tempat tanaman industri bagi bahan baku industri furnitur.

Pendekatan ini pernah dilakukan ketika awal kemerdekaan. Selalu di tiap daerah yang minyaknya dieksploitasi, dikembangkan kebun karet. Atau yang tanahnya labil, dijadikan kebun teh. Dengan kata lain, eksploitasi SDA harus dibarengi oleh investasi untuk masa depan lapangan kerja baru dan peremajaan tanah untuk produktif kembali. Jika tidak, mulai dari sekarang belajarlah menjadi suku padang pasir yang hidupnya susah karena mencari air dan dapatnya fatamorgana.

Jika kita menganut mazhab quantum leap atau loncatan jauh ke depan, konsepsi managed eksploitasi SDA tetap wajib dilakukan sebagai upaya mengisi defisit anggaran pembangunan. Kemudian, tambahan anggaran pembangunan harus diprioritaskan diambil dari hasil budidaya atau produk dari industri maritim, perikanan, pertanian. Jadi, fokus pada foods, energy security, dan water treatment sustainability. Kembangkan industri farmacy dan bio diversity. Loncatan teknologi masuk ke software development industry, electronics, kereta api. Kembangkan PT DI menjadi kawasan riset dan pengembangan produk baru teknologi dirgantara, menjadi engineering company dan komponen suku cadang. Assembly line tutup.

Maksudnya, baik quantum leap maupun incremental approach tidak membolehkan kita menebang habis hutan kita maupun mengubah semua daratan jadi kubangan air karena semua digali. Indonesia memerlukan bukit, gunung, dan lembah serta pohon supaya ada sungai mengalirnya seperti di surga.

Ramli Sihaloho (TA82):
Saya garis bawahi pernyataan Bapak tentang SDA yang unrenewable ini seperti batu bara, misalnya. Fakta:

  1. Batubara kita dieksploitasi mayor untuk komoditas ekspor. Hampir semua eksploitasi batubara di negeri ini punya asing dan bangsa ini hanya sebagai penonton dengan segala mudaratnya sampai PLN kelimpungan untuk mendapatkan pasokan batu bara. Kebijakan pemerintah belum berpihak pada kepentingan rakyat dan nasional. Konversi batu bara ke cair masih belum jelas statusnya.
  2. Out crop atau top soil yang Bapak sebutkan adalah part of good mining practice. Pertanyaannya, siapa yang akan melakukan dan mengendalikan ini? Pengawasan dari pihak pemerintah masih sangat lemah. Sementara penanggung jawab operasi tambangnya yaitu KTT (kepala teknik tambang) di banyak tempat masih lebih pro pada kepentingan perusahaan. Bicara aplikasi good mining practice adalah bicara cost yang harus dibayar mahal sehingga dalam praktiknya dipinggirkan.

Jusman:
Kalau soal batu bara banyak diekspor dan tidak ada di dalam negeri—yang saya tau dari pelaku bisnis, karena soal harga. Lebih banyak untung kalau diekspor daripada dipasok ke PLN. Pricing policy ini mesti direvisi, kalau mau diproteksi pasti bisa.

Soal kebijakan pemerintah yang belum memihak rakyat dan nasional, saya kira keliru dan tidak sepenuhnya benar. Saya sekarang tidak duduk di pemerintahan. Tetapi selama 2,5 tahun saya jadi pembantu presiden yang dipilih secara langsung, saya merasakan bahwa orientasi kebijakan beliau selalu pro-rakyat, pro-poor, dan menjaga keadulatan NKRI sesuai amanah konstitusi. Pemain batubara 5 besarnya saya kira pengusaha nasional, bukan asing. Siapa yang mengawasi, saya kira para ahli pertambangan harus membangun asosiasi profesional yang kuat untuk mengaudit dan menjaga aplikasi dari good mining practice ini.

Saya banyak mengenal lulusan dan ahli pertambangan ITB yang masih idealis dan menjaga good mining practice ini. Tapi mereka silence mayority. Mungkin Anda lebih tau tentang ini.

Mukhlason (Penerbangan 99):
Dengan potensi Indonesia yang memiliki 17 ribu-an pulau dan tersebar, sarana perhubungan udara yang sekiranya memungkinkan, semisal pesawat amfibi/wing in surface effect craft, apakah tidak lagi menjadi prioritas—baik dari sisi regulasi maupun industri?

Seperti kita tahu bersama, sejak 2000-an, ITB, PT DI, dan BPPT sudah merancang Belibis dari versi 2 penumpang hingga dibesarkan lagi menjadi 8 penumpang, dst. Bagaimana perkembangannya? Saya kok berkeyakinan bila menggandeng Pemda-Pemda kepulauan/pesisir se-Indonesia bisa diwujudkan dalam skala massal. Mohon pencerahan tentang kendalanya.

Jusman:
Saya kira penggunaan pesawat amfibi dan surface in ground effect untuk wilayah pesisir dapat diterapkan. Ada dua kendala yang dihadapi kalau surface in ground effect. Masalah utamanya adalah, kita tidak punya sungai yang tenang airnya dalam gelombang yang beriak kecil seperti permukaan datar seperti ditemukan di Rusia, di mana pesawat surface in ground effect itu berkembang dengan baik dan pasarnya terbuka

Di Indonesia, kebanyakan sungai besar airnya tidak tenang sepanjang waktu karena di sungai itu pada umumnya berkeliaran tongkang, sampan, dan anak-anak berenang atau kayu yang hanyut. Jadi, ada biaya yang harus dikeluarkan untuk sterilisasi sungai agar permukaannya rata seperti landasan untuk menimbulkan efek gaya angkat seperti diharapkan oleh kombinasi sayap badan pesawat tersebut. Kendala kedua adalah menemukan engine yang tidak boros, supaya direct operating cost-nya rendah.

Nana (TA97):
Menurut Bang Jusman yang pernah mengurusi perhubungan di negara kita, bagaimana strategi untuk mengembangkan sektor perkeretaapian di Indonesia? Karena menurut saya, ini adalah salah satu sektor yang bisa mengatasi masalah kemacetan dan juga ujung-ujungnya efisiensi energi.

Jusman:
Ketika saya diangkat Presiden SBY menjadi pembantu Beliau sebagai Menhub, perintah Beliau adalah satu, benahi tingkat keselamatan transportasi, cegah kecelakaan, dan benahi angkutan massal untuk rakyat. Jadi saya fokusnya 3 Roadmap to Zero Accident melalui transformasi UU Transportasi dan proses audit maskapai penerbangan, operator pelayaran, dan angkutan darat serta kereta api berjenjang, kemudian pembenahan infrastruktur.

Jalur kereta api sudah disiapkan oleh Belanda dengan sangat bagus. Semua jalur kereta api yang ada dan dibangun di jaman Belanda menghubungkan semua kota strategis di Jawa, dan muaranya kalau untuk gerbong barang pasti ke pelabuhan. Ke bandara tidak ada, kecuali Maguwo dan Jogja serta Solo. Jadi kalau mau benahi kereta api, hidupkan saja lagi semua jalur kereta api tadi. Ganti relnya dengan ukuran yang tepat, sesuai kriteria beban lokomotif dan gerbong masa kini.

Rel baru ini bisa dibuat oleh Krakatau Steel jika mereka mau memindahkan pabrik pembuat rel dari negara lain dengan membeli mesin pembuat relnya—lebih murah dan menyediakan lapangan kerja. Produksi rel untuk 3000 km, misalnya. Untuk bantalan betonnya, PT WIKA telah mampu. Untuk pensinyalan, ada PT LEN.

Lokomotif dan gerbong segala tipe bisa dimanufaktur di INKA. Jim Immelt, pengganti Jack Welch dari General Electric, pernah melakukan courtessy call ke ruang kantor saya selaku Menhub. Dia bilang jika GE dipercaya oleh Pemerintah RI, dia siap mengalokasikan resources untuk bekerjasama memajukan teknologi perkeretaapian di INKA Madiun untuk membuat 100 lokomotif. Dia bertemu saya sebulan sebelum masa jabatan saya habis. Artinya, the best company in the word mempunyai kepercayaan kepada INKA. Mengapa kita tidak?

Selain itu, pada hari ulang tahun Presiden SBY tanggal 9 bulan 9 tahun 2009, Pak SBY saya mohon hadir di Stasiun BEOS Jakarta untuk meresmikan peluncuran 75 gerbong kereta ekonomi dan eksekutif, serta 2 lokomotif hasil karya PT INKA Madiun (yang dipimpin anak ITB) sebagai hadiah ulang tahun Presiden kepada rakyat Indonesia pengguna kereta api.

Cerita ini saya kemukakan untuk menyatakan bahwa program revitalisasi kereta api dapat dilakukan dengan kekuatan bangsa sendiri.

Ari Surhendro (M76):
Juli tahun ini ada pemilihan Ketua IAM ITB. Sebagai Alumni Mesin, apa harapan Bang Jusman terhadap kepengurusan IAM ITB mendatang? Terima kasih.

Jusman:
Tugas ikatan alumni mesin ITB adalah mengimpulkan uang untuk dijadikan working capital oleh HMM ITB; menyelenggarakan kegiatan padat keterampilan, seperti pembuatan dan rekayasa go carter, kemudian dipertandingkan; rekayasa rancang bangun solar cell untuk air conditioning; serta robotics atau hal-hal lain yang memang benar untuk keahlian anak mesin. Kemudian juga working capital untuk biaya laboratorium di mesin ITB. Itu saja sudah repot. Salam.

Penutup

Jusman:

Betti Alisjahbana, terima kasih ya atas kesempatan memberi ruang dialog untuk saya. Saya banyak belajar. Mohon maaf jika masih kurang sedap jawabannya. Motto rumah makan Padang saya haturkan, “Jika puas sampaikan kepada kawan, bila tak enak beri tahu kami segera.”
Salam Bravo Alumni ITB.

Betti Alisjahbana:

Bang Jusman, kami yang berterima kasih atas kesediaan Anda menjadi tokoh tamu di milis IA-ITB, dan untuk jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang begitu bertubi-tubi mengalir dari kami semua. Jawaban-jawaban Bang Jusman sangat lugas, jitu, dan bijaksana. Jawaban-jawaban tersebut telah memperluas wawasan kami, membangkitkan semangat Merah Putih di hati kami, dan telah membangkitkan optimisme akan kemampuan kita di bidang Iptek.

Saya perhatikan jawaban terakhir Anda dibuat pada jam 02.06 di mana saya sudah tertidur lelap. Itu artinya, Anda telah menjawab pertanyaan-pertanyaan ini selama lima jam. Luar biasa. Terima kasih sekali lagi. Bravo Alumni ITB.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana

 

Thursday, 14 April 2011 10:25 | Written by Betti Alisjahbana

Dialog Kepemimpinan Bersama Jusman Syafii Djamal

 
www.stisitelkom.ac.id www.di.stisitelkom.ac.id www.ktm.stisitelkom.ac.id
www.dkv.stisitelkom.ac.id www.dp.stisitelkom.ac.id www.srm.stisitelkom.ac.id
www.blog.stisitelkom.ac.id www.multimedia.stisitelkom.ac.id
www.elearning.stisitelkom.ac.id www.library.stisitelkom.ac.id
www.repository.stisitelkom.ac.id www.cloudbox.stisitelkom.ac.id
www.digilib.stisitelkom.ac.id www.mirror.stisitelkom.ac.id
www.sisfo.stisitelkom.ac.id www.hilfan.blog.stisitelkom.ac.id
www.telkomuniversity.ac.id www.stisitelkom.academia.edu
www.kuningmas-autocare.co.id www.usnadibrata.co.id www.askaf.co.id www.hilfans.wordpress.com www.hilfan-s.blogspot.com www.profesorjaket.co.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Just Shared on Tel-U

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading