Categories
Entrepreneurship

Tri Mumpuni, Membangun Potensi Desa dengan Listrik

Source : http://leadershipqb.com/index.php?option=com_content&view=article&id=3921:tri-mumpuni-membangun-potensi-desa-dengan-listrik&catid=39%:betti-content&Itemid=30

 

Hidup sekali, hiduplah yang berarti. Itulah prinsip yang dipegang oleh Tri Mumpuni Wiyatno atau akrab disapa Puni. Atas kontribusinya menyalurkan listrik ke desa-desa terpencil, tahun ini dia terpilih menjadi salah seorang penerima penghargaan Magsaysay, penghargaan bergengsi di Asia, yang setara dengan Nobel Prize. Nama penghargaan ini diambil dari nama Presiden Filipina yang tewas dalam kecelakaan pesawat terbang pada tahun 1957, Ramon Magsasay.

Bersama suaminya, Iskandar Budisaroso Kuntoadji, Puni berjuang membangun pembangkit-pembangkit listrik mini bertenaga air (mikrohidro). Iskandar sendiri, yang merupakan sarjana geologi dari Institut Teknologi Bandung, mempelajari pembangkit mokrohidro di Swiss.

Hingga kini, Puni dan Iskandar sudah menerangi 60 lokasi dengan listrik. Mereka mendorong pengembangan pembangkit listrik mikrohidro karena ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan bakar fosil. Lewat pembangunan pembangkit-pembangkit mikrohidro itu, mereka ingin membangun potensi desa-desa yang tertinggal, sehingga berdaya secara ekonomi.

Tanpa Dukungan APBN

Puni berkarya melalui Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka), lembaga swadaya yang dia dirikan bersama Iskandar pada 17 Agustus 1992. Diakui oleh Puni, sejak awal mereka tak pernah berhubungan dengan dana pemerintah.

“Karena soul-nya beda. Kita bekerja berdasarkan trust dan diskusi dengan masyarakat, perlu waktu untuk hasil yang baik. Kita ajari masyarakat arti transparasi dan tanggung jawab, amanah. Namun, kalau semua sistem ini harus diganti dengan paper-paper tender, sulit melaksanakannya,” paparnya dalam dialog yang dilakukan secara online melalui milis IA-ITB, Kamis (28/7/2011) lalu.

Mereka memutuskan untuk tidak pernah menggunakan dana Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) karena sistemnya tidak mendukung proses pemberdayaan masyarakat. Untuk menggunakan dana APBN, sebuah lembaga diharuskan mengikuti tender, sesuai dengan Keputusan Presiden No. 80/2003. Sistem itu, menurut Puni, tak mungkin diakses oleh rakyat kecil. Karena itulah, selama ini pihaknya menggunakan dana donor melalui kedutaan ataupun dana dari program CSR (corporate social responsibility) dari pihak-pihak yang menjalin kerja sama dengan Ibeka.

Membangun Potensi Desa

Tujuan utama Ibeka adalah membangun potensi masyarakat desa, bukan menerangi desa-desanya. Mereka percaya, listrik di pedesaan mampu menjangkau tujuan tersebut. Dengan adanya listrik, masyarakat akan memiliki uang bersama untuk membiayai pendidikan, program kesehatan, program perempuan, serta membangun infrastruktur seperti jalan dan radio komunitas. Karena itu, selain melistriki desa-desa terpencil, Puni dan Iskandar juga membangun komunitas.

Pembangunan komunitas dinilai sangat perlu untuk mengajak masyarakat menyadari bahwa pembangkit listrik di desa mereka adalah milik mereka juga. Dengan begitu, mereka akan merasa bertanggung jawab dan mau memelihara pembangkit tersebut, serta mengusahakan kelancaran aliran air sepanjang tahun.

Kendati demikian, dari 60 lokasi yang telah dilistriki oleh Ibeka, memang ada beberapa yang tidak berhasil atau tak berlanjut. Alasannya beragam. Di Padasuka, Cianjur, misalnya. Pohon-pohon di daerah tangkapan air di sana telah ditebangi untuk lapangan golf, yang ternyata tidak jadi dibangun. Adapun turbinnya dijual oleh kepala desanya sebagai besi tua.

Sebelum membangun pembangkit listrik, Ibeka mengumpulkan data mengenai lokasi dan kemungkinannya secara teknis. Iskandar bertugas membuat rencana teknik dan menghitung rencana anggaran biaya. Setelah itu barulah Puni “berjualan”. Selama ini, Kedutaan Jepang banyak membantu Ibeka. Setelah mendapatkan dana, Ibeka akan mengirim tim sosial ke desa.

Desa-desa yang mereka bantu adalah desa-desa yang terpencil. Contohnya, Dusun Palanggaran dan Cicemet, enklave di Gunung Halimun, Sukabumi, Jawa Barat, yang mereka terangi dengan listrik pada tahun 1997. Uang dari listrik di dusun itu kemudian mereka gunakan untuk membangun jalan berbatu yang bisa dilalui kendaraan four wheel drive. Hal ini, menurut Puni, mampu membuka peluang untuk membantu 10 dusun lainnya.

Menurut Puni, lembaga swadaya internasional juga bertanggung jawab dengan membuat proyek Cash for Work. Warga desa dibayar Rp50.000—Rp100.000 sehari untuk mengangkut batu dan membersihkan sampah di rumah mereka sendiri.

Tri Mumpuni adalah satu dari beberapa wanita berprestasi di Tanah Air. Dalam Presidential Summit on Entrepreneurship yang dihadiri oleh para wirausahawan bisnis dan sosial dari sejumlah negara muslim di dunia, yang digelar di Washington DC pada 26-27 April 2010, aktivis sosial ini bahkan dipuji langsung oleh Presiden Obama. Pujian itu dilontarkan atas keberhasilan Puni mengalirkan listrik dan memberdayakan masyarakat di desa-desa terpencil.

***

Kamis, 28 Juli 2011, dialog dengan Tri Mumpuni, pemenang penghargaan Magsaysay, digelar secara online melalui Milis IA-ITB. Berikut adalah kompilasi dari dialog tersebut.

Tanya: Mbak Puni, selamat datang di milis IA-ITB. Selamat ya atas penghargaan Magsaysay-nya. Saya semakin kagum pada dedikasi Mbak Puni untuk memberdayakan masyarakat desa. Untuk memulai dialog, barangkali Mbak Puni bisa cerita suka dan duka dalam kegiatan menerangi desa-desa selama ini.

Salam hangat penuh semangat,
Betti Alisjahbana – AR79

Jawab: Selamat malam, Alhamdulillah baru bisa connect. Semoga Mbak Betti dan rekan-rekan selalu membantu dan menjaga saya agar tetap istiqomah berada dengan masyarakat dan terus menerangi saudara kita yang masih dalam kegelapan.

Kesulitan yang mendasar tentunya menyediakan dana buat desa-desa yang membutuhkan listrik, karena saya bukan Bill Gates, jadi kalau ada orang desa datang dan ingin kampung atau desanya diterangi, saya selalu hanya bisa bilang, berdoa, insya Allah nanti kita usahakan. Lalu kita akan tanya desanya di mana? Lalu kita datangi dan kita lihat potensi tekniknya.

Ternyata ini juga challenge sendiri, utamanya kalau desa itu terpencil, di pulau yang terisolir dan kadang risiko alamnya luar biasa, seperti di Maluku—kalau cuaca jelek dan kapal tiba-tiba mesinnya berhenti, harus siap mental untuk berenang atau menunggu kapal lain datang untuk menarik. Alhamdulillah, semua kalau diniati, Allah selalu melindungi, jadi selamat.

Mengunjungi saudara kita yang ada di penjuru tanah air ternyata juga perlu dana, jadi kalau belum ada dana, ya mereka harus sabar. Setelah data teknis didapat, lalu kita membuat detail design engineering dan keluarlah Rencana Anggaran Biaya. Lalu masih harus menjajakan ke donor atau ketemu orang-orang yang punya hati, mau membantu untuk merealisakan project tersebut.

Hal lain, menyakinkan masyarakat. Kita membangun rasa percaya atau kita biasa sebut trust building, giving sincerity, ini perlu kesabaran, khususnya di daerah yang sudah sering dikecewakan oleh janji-janji politik dan tidak ada realisasi.

Pemerintah Daerah dan aparat—mindset mereka adalah, kalau kegiatan pembangunan itu proyek (karena memang seperti itu realitas APBD maupun APBN), lalu minta bagian. Nah ini jelas tidak bisa kita tolerir. Ini menghabiskan energi tersendiri karena prinsip IBEKA “doing things right”, jadi tidak ada uang yang bisa dipakai kecuali hanya untuk rakyat.

Sementara ini dulu jawaban singkat tapi panjang ya, Mbak?

Thanks and cheers,
Puni

Tanya: 
Apa kabar Mbak Mumpuni? Apakah kantor saya dahulu namanya Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (DJLPE) sudah membantu upaya Mbak Mumpuni/IBEKA dalam pengembangan dan pemanfaatan PLTMH?

Salam hormat,
Tjahjokartiko/ SI 76

Jawab: 
Mas Tjahjo, dari awal kita tidak pernah bersentuhan dengan dana pemerintah, karena “soulnya” beda. Kita bekerja berdasarkan trust dan diskusi dengan masyarakat, perlu waktu untuk hasil yang baik. Kita ajari masyarakat arti transparasi dan tanggung jawab, amanah. Namun, kalau semua sistem ini harus diganti dengan paper-paper tender, sulit melaksanakannya.

Tujuan dari tender adalah untuk mengefisienkan proyek, tapi faktanya justru dengan tender jatuhnya proyek menjadi lebih mahal. Saya tahun lalu mencoba membantu Pemda karena bupati sampai datang ke rumah ingin satu saja proyeknya bisa dikerjakan oleh Ibeka. Namun, karena kita NGO, jadi kita perlu bantuan pihak ketiga agar bisa ikut tender. Apa yang terjadi? Biaya yang hanya 4,2 M menjadi 6,2 M, dan cara disbursement-nya sangat dzalim (dicicil kecil-kecil, jadi lama pekerjaan bisa selesai), sehingga Ibeka merugi hampir 260-an juta.

Kalau bukan karena saya janji dengan masyarakat untuk melistriki desa tersebut (karena sudah dua tahun kita bersama-sama masyarakat untuk menyiapkan organisasinya), mungkin kita akan membatalkan kegiatan ini. Sampai sekarang, saya masih merasa berhutang, karena pekerjaan sipil belum sempurna. Saya janji akan fund rise 700 juta untuk membereskan hal ini, dan sampai detik ini uang kita 200 juta lebih tidak pernah ditransfer oleh pihak ketiga tersebut.

Ini penjelasan saya kenapa saya takut dengan proyek-proyek pemerintah. Hidup harus mencari yang halal dan toyib mas, Insya Allah rejeki kita ada yang menjamin.

Salam,
Puni

Tanya: 
Ibu Puni, perkenalkan saya Piniji. Masih Muda. Usia 25 tahun. Meskipun masih muda (dibandingkan ibu dan suami), tapi saya belum banyak berbuat untuk bangsa. Saya sangat appreciate atas prestasi Anda. Saya acungi 4 jempol untuk Ibu dan keluarga.

Mengapa ibu memutuskan langsung bergelut di dunia sosial setelah lulus kuliah? Apakah ibu melihat bahwa sensitivitas sosial di perkotaan saat ini lemah? Apa pendapat ibu? Apakah yang ibu akan lakukan apabila ibu diberikan uang IDR500 milyar untuk mengelola suatu daerah dimana sebelum-sebelumnya daerah tersebut selalu defisit anggaran? Terima kasih.

Salam,
Piniji
Aeronautics 2005

Jawab: 
Sebelum lulus kuliah saya sudah bersama-sama dengan Yayasan Helping Hands dengan alm ibu Wawa Wardoyo, membantu istri petani dengan kegiatan home industry dan juga menyulam untuk mendapatkan tambahan income bagi keluarga petani tersebut, etc. Beliau istri pejabat di Bogor, yang punya passion tinggi untuk membantu masyarakat petani miskin.

Lulus kuliah saya sempat bersama peternak ikan di pinggiran danau Toba, lalu sempat juga mengurusi rumah murah untuk orang miskin perkotaan. Namun, menikah dengan Mas Iskandar, seorang insinyur ITB yang sangat sosialis dengan jiwa pemberdayaan yang tinggi membuat saya semakin tidak tertarik dengan dunia di luar sana. Bekerja dengan masyarakat miskin itu sebuah kenikmatan karena doa mereka kepada Allah tidak bersekat dan doa itu itu langsung dijabah. Ini pamrih saya ya, didoakan oleh orang miskin.

Masyarakat perkotaan itu lebih kompleks strukturnya. Bahkan menjadi miskin di kota, jauh lebih menderita daripada menjadi miskin di pedesaan karena resources di kota sangat terbatas buat orang miskin. Apalagi paradigma “money driven development” itu tidak menyisakan ruang buat penduduk miskin di kota—tidak ada trotoar yang nikmat buat jalan kaki bagi yang tidak bermobil. Namun saya yakin kalau orang kota juga banyak yang punya hati, jadi kondisi kota dan desa memang berbeda. Saya lebih menikmati berada di desa, namun karena tuntutan pekerjaan membuat saya harus juga berada di kota.

Uang 500 miliar kan kelihatannya besar, namun kalau dilihat dari 90 juta penduduk belum terlistriki, memang uang tersebut jadi kecil. Paling baik ya, uang itu menjadi “trust fund”, dan dipakai untuk membangun masyarakat secara konkret, dipantau penggunaannya, dan masyarakatnya diberi pendampingan. Juga perlu team yang melakukan assesment dengan benar, apa keperluan masyarakat grass root, sehingga uang tersebut benar-benar memberi manfaat buat masyarakat. Maaf kalau tidak menjawab dengan baik.

Salam,
Puni

Tanya: 
Menambahkan yang disampaikan Bu Betti. Mengapa “jalan” itu menjadi pilihan Mbak Puni pada akhirnya, di tengah banyaknya opsi yang menarik untuk karir Mbak Puni….

Salam hangat,
Taufik TI88

Jawab: 
Orang Jawa bilang, “urip kuwi sak dermo nglakoni” (hidup ini sekedar menjalani rencana Allah) dan saya yakin itu. Sepertinya jalan ini yang ditunjukkan buat saya.

Salam,
Puni

Tanya: 
Sebelumnya saya ucapkan selamat atas anugerah yang didapat. Ada dua pertanyaan untuk Mbak.

1. Apakah selama melakukan kegiatan pendampingan di masyarakat selama ini terdapat perbedaan antara masyarakat pedesaan di wilayah Sumatera, Jawa, atau bahkan Sulawesi dilihat dari aspek sosiologis
2. Kendala utama apakah yang didapatkan selama di lapangan terkait dengan penerapan PLTMH?

Salam hangat,
Arief-TL 90

Jawab: 
Penduduk kita yang sangat beragam dari Sabang sampai Merauke memberikan challenge tersendiri untuk dibangun. Tentunya pendekatan “live in concept”, tinggal bersama masyarakat menjadi pilihan utama agar kita tahu persis karakter mereka, dan ini mempermudah kita untuk mengajak mereka membangun dirinya sendiri. Sumatera, Jawa, dan Sulawesi memang berbeda, namun tidak sesulit masyarakat Papua.

Technical dependability juga harus menjadi perhatian kita, karena ini community based approach, jadi kita harus yakin bahwa teknologi yang dibuat harus mampu didekatkan ke masyarakat. Ini kunci keberhasilannya, kendala utama mendidik masyarakat untuk menguasai teknologi.

Salam,
Puni

Tanya: 
Mbak Puni, saya harus bilang apa ya, ketika Energy Efficiency ditinggal oleh Renewable Energy. Yang lebih mengherankan lagi, dunia Projects meninggalkan dunia Perencanaan. Apakah ini kesalahan Pemerintah, Pendidikan, atau Profesional?

Ada titik terang, Forum Energi Indonesia 2011 beberapa hari yang baru lalu sudah mulai setuju bahwa Energy adalah Heat and Power, karena sejalan denan definisi Energi dari UU Energi.

Salam,
Tjahjo

Jawab: 
Benar, mas. Kita punya tanggung jawab yang sama untuk memperbaiki situasi, lets start small in action, meskipun tetap harus berpikir besar.

Salam,
Puni

Tanya: 
Tks banyak jawabannya. Mbak Puni satu pertanyaan lagi. Bagaimana yang seharusnya dilakukan, membangun institusi lokal dahulu atau menerapkan teknologi dahulu pada masyarakat, karena sering kali local wisdom di daerah seperti disebut Mbak Puni sangat beragam.

Salam,
Arief

Jawab: 
Ibeka selalu membangun institusi lokal dan mempersiapkan masyarakat agar mampu membangun dirinya sendiri. Fungsi kita adalah membantu, bukan main actor. Tks.

Tanya: 
Ibu berasal dari Semarang. Apakah seluruh daerah di Jateng (pedesaan) sudah terdapat listrik? Kalau berkenan, bolehkah saya minta alamat email ibu? Istri saya kebetulan ingin banyak belajar dari ibu. Karena istri saya bukan alumni ITB, jadi ybs minta ke saya alamat email ibu untuk berkorespondensi. Japri juga boleh bu, ke email [email protected]. Mohon maaf kalau kurang berkenan.

Salam,
Piniji
Aeronautics 2005

Jawab: Jawa bagian selatan masih memprihatinkan, e-mail: [email protected].

Salam,
Puni

Lebih jauh tentang Tri Mumpuni:

Nama: 
Tri Mumpuni Wiyatno
Tempat dan tanggal lahir: Semarang, 6 Agustus 1964
Keluarga: 
Suami: Ir. Iskandar Budisaroso Kuntoadji
Anak: Ayu Larasati (21), mahasiswi industrial design di Toronto University, Kanada dan Asri Saraswati (19), mahasiswi Bioprocess Chemical Engineering di University of Technology Malaysia.
Pendidikan: Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Energy and Sustainable Development International Session, Universidad da Costa Rica, 1992; Trade and Sustainable Development Course, Chiang Mai University, Thailand, 1993; Leadership for Environment and Development Course, 1993-1995, LEAD based in New York funded by Rockefeller Foundation; Lead Fellows (Cohort 2).
Penghargaan: Climate Hero 2005 dari World Wildlife Fund for Nature.
Pekerjaan: Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan, Subang

 

Monday, 01 August 2011 09:18 | Written by Restituta Arjanti

Tri Mumpuni, Membangun Potensi Desa dengan Listrik

 
www.stisitelkom.ac.id www.di.stisitelkom.ac.id www.ktm.stisitelkom.ac.id
www.dkv.stisitelkom.ac.id www.dp.stisitelkom.ac.id www.srm.stisitelkom.ac.id
www.blog.stisitelkom.ac.id www.multimedia.stisitelkom.ac.id
www.elearning.stisitelkom.ac.id www.library.stisitelkom.ac.id
www.repository.stisitelkom.ac.id www.cloudbox.stisitelkom.ac.id
www.digilib.stisitelkom.ac.id www.mirror.stisitelkom.ac.id
www.sisfo.stisitelkom.ac.id www.hilfan.blog.stisitelkom.ac.id
www.telkomuniversity.ac.id www.stisitelkom.academia.edu
www.kuningmas-autocare.co.id www.usnadibrata.co.id www.askaf.co.id www.hilfans.wordpress.com www.hilfan-s.blogspot.com www.profesorjaket.co.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Just Shared on Tel-U

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading