Categories
Curhat

Bandung Selasa Tanpa Rokok

Bandung Selasa Tanpa Rokok
Bandung Selasa Tanpa Rokok

Alhamdulillah saya pribadi di tahun ini sudah 3 tahun berhenti dari perokok berat, ternyata mudah banget asalkan memang diniatkan, niat saya adalah saya tidak ingin anak dan istri saya menjadi perokok, maka aksi yang paling mungkin adalah, saya sendiri harus berhenti merokok.

Diluar niat diri, maka faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi akan seperti apa kita selanjutnya. Di awal bulan saya berniat berhenti merokok, hal tersebut kadang dilanggar untuk waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat makan siang, saat konkow di cafe, kenapa? Karena bertemu teman-teman yang masih merokok, dan saya pun suka ikut merokok karena merasa rugi kalau menjadi perokok asif, dan sekedar mencairkan suasana.

Namun setelah dipikir-pikir, sepertinya saya telah bertindak konyol, karena berniat, namun niat tersebut hanya sekedar keinginan tanpa ada tindakan nyata yang sugguh-sungguh, akhirnya saya mulai mengurangi intensitas bergaul dengan para perokok tersebut, dan alhamdulillah sampai sekarang saya benar-benar berhenti menghisap bahan perusak tersebut.

Di Bandung, setelah memiliki Walikota Pak Ridwan Kamil, ada yang namanya gerakan Selasa Tanpa Rokok #SelasaTanpaRokok, terima kasih kepada Pak Walikota karena telah menginisiasi gerakan tersebut secara massal.

Saya sebagai mantan perokok, baru menyadari sekarang ini, bahwa sesungguhnya merokok ditempat umum yang terdapat orang-orang yang tidak merokok adalah perbuatan zalim, kenapa? karena dengan begitu kita telah ikut membuat orang lain sakit secara fisik dan emosi, bayangkan akibat kita merokok orag lain menjadi batuk, atau mungkin marah-marah ngedumel namun tidak berani komplain kekita karena takut melanggar Hak kita?!! Padahal justru mereka itu lebih berhak mendapatkan udara bersih dari pada udara kotor dari asap rokok kita yang bersifat negatif menyebarkan racun. Lantas kenapa kita selalu berfikir kita lebih berhak merokok ditempat umum?

Di Indonesia ini ada kesalahan mendasar dalam mendidik anak, yaitu anak waktu kecil suka disuruh bapak/ibunya yang perokok untuk membelikan rokok ke warung, secara tidak sadar dialam bawah sadar kita, kita akan melumrahkan perilaku merokok bahkan bagi anak yang belum dewasa sekali pun (muda). Saya termasuk anak dalam kategori tersebut, semenjak saya SD suka disuruh orang tua untuk membeli rokok ke warung.

Dalam hal penerapan hukum juga, seharusnya para pemilik toko itu selalu mengarahkan agar pelayan toko tidak melayani anak yang masih muda untuk membeli rokok, harus memperlihatkan KTP. Di Indonesia sepertinya hal tersebut tidak diberlakukan secara nyata, sehingga merupakan hal yang lumrah bagi pelayan toko menjual rokok atau minuman yang mengandung alkohol ke anak kecil, karena mungkin bisa jadi mereka disuruh orang tuanya, walaupun kebanyakan para pelayan toko itu juga tidak pernah menanyakannya.

Membeli rokok itu sebetulnya membuat rakyat kita semakin miskin dan bodoh, lihat saja di lingkungan kita, yang merokok itu kebanyakan para pekerja kasar dan buruh rendahan. Meraka rela membeli rokok, mengurangi jatah makan dan kesejahteraan keluarganya. Kenapa bisa begitu? karena uang seribu bisa membeli nasi doank sebungkus untuk keluarganya, namun mereka malah beli rokok, karena uang 5000 itu bisa beli vitamin untuk anaknya, namun malah dibelikan rokok, karena uang 10000 itu bisa buat berobat cek kesehatan di puskesmas secara rutin, tapi mereka malah membelikan rokok.

Mengapa sih tidak diberlakukan saja pajak yang sangat tinggi pada cukai rokok? alasan yang bodoh apabila beralasan industri rokok bisa hancur dan puluhan ribu pekerja pabriknya mau dikemanakan? Kalau pikiran saya secara kasar, biarkan puluhan ribu kepala keluarga itu hancur sementara ekonominya, dari pada jutaan rakyat indonesia hancur selamanya. Kenapa begitu? Rakyat Indonesia ini kuat, lihat saja krisi ekonomi yang selalu kita alami, rakyat bawah/ekonomi rendah itu, selalu berusaha dengan sendirinya untuk menghidupi kehidupannya, tidak pernah merongrong minta pinjaman dana hutang ke bank besar-besar seperti para pengusaha swasta. Justru ekonomi rakyat rendahan ini yang membawa ekonomi kita terus berjalan, banyak pekerja buruh rendahan yang terkena pemberhentian, berputar otaknya untuk mencari kehidupan dengan cara berjualan, asongan, onlineshop. Sebagian lain memang ada yang terpuruk menjadi pengangguran, tapi kalau diperhatikan sebetulnya kebanyakan dari mereka selalu ada jalan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dengan masih mampunya rakyat miskin membeli rokok, sebetulnya ini menandakan kita tidak miskin-miskin amat, tapi perilaku ekonomi kita yang masih miskin ilmu. Coba saja kalau rakyat miskin ini mau mengalihkan uang rokoknya untuk kepentingan yang telah saya sebutkan diatas misalnya. Nah apabila cukai rokok sangat tinggi, maka seharusnya hanya kaum yang berduit yang mampu beli rokok, anggaplah satu bungkus rokok seharga 100.000 maka sebatang isi 20 harganya 5000. Tinggi banget kan? (menurut saya tinggi) kebangetan banget kalau rakyat miskin masih mau beli rokok sebatang Rp. 5000, fuih… berarti benar-benar ancur pemikirannya.

Kalau dilarang saja gimana itu rokok, bagi saya kalau bisa dilarang dan ditutup itu pabrik, tutup saja, tapi itu suatu hil yang mustahal dilakukan oleh pemerintahan Indonesia… Pesismis? emang!? tapi realistis. Yang paling mungkin ya itu tadi pajak cukai yang sangat tinggi untuk rokok. Atau mungkin silahkan studi banding ke eropa sonoh… untuk diterapkan di Indonesia.

Bandung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from Just Shared on Tel-U

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading